TVDesa – Bengkulu : Jika tidak ada perubahan, 100 kades di wilayah provinsi Bengkulu, akan kuliah perdana secara gratis di Universitas Terbuka (UT), pada September nanti.
“Kami sudah mengoreksi seleksi administrasi, kami akan mengambil 100 orang kades dan perangkat desa untuk dikuliahkan ke UT. Alhamdulillah sudah berjalan datanya sudah kami serahkan dengan UT. Kalau tidak ada halangan, nanti UT akan menyeleksi kembali berkas yang kami berikan, itu bulan September ada kuliah perdana,” kata R.A Denni, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Bengkulu, Sabtu (22/7).

Program kuliah gratis untuk para kades dan perangkat desa dari Pemprov Bengkulu melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) ini, disebut akan menghabiskan anggaran senilai Rp280 juta. Nilai tersebut sudah dipersiapkan sebagai bentuk pelaksanaan program sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia para kepala desa di Provinsi Bengkulu.
Kriteria kepala desa yang dapat mengikuti program kuliah gratis yakni minimal menjabat selama dua tahun, atau pernah menjadi perangkat desa. Sementara, untuk kades yang kedapatan belum menamatkan SLTA, dapat menggunakan ijazah paket C dengan ditambah pengalaman selama menjabat.
“Jika di pertengahan jalan pada masa perkuliahan mengundurkan diri tanpa alasan yang kuat, maka kades harus mengganti biaya pendidikan yang digunakan,” tegas R.A Denni.
Program kuliah gratis ini sebenarnya sudah dianggarkan semenjak tahun 2022 kemarin, , namun realisasinya baru bisa berjalan tahun ini. Alokasi pendanaan sedianya berasal dari APBD tahun 2023 yang mencapai sekitar Rp 400 juta, dengan kuota peserta masih terbatas untuk 100 perangkat desa dari seluruh kabupaten di Bengkulu. Kades dan perangkat desa yang terpilih sebagai peserta di angkatan pertama ini, akan mengikuti kuliah gratis selama lima semester secara daring, sampai peserta menyelesaikan gelar sarjana atau strata satu (S1). Adapun anggaran untuk kades yang dikuliahkan tersebut akan dibayarkan langsung ke Universitas Terbuka sebesar Rp2,8 juta per semester per orang, yang berasal dari APBD Provinsi Bengkulu.

Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.