TV Desa – Kuningan : Sebanyak 23 tim bola voli Desa se-wilayah Kabupaten Kuningan, berlaga dalam turnamen “HIPAREP CUP III”, di Lapangan bola Voli Dusun Puhun Desa Luragunglandeuh, Minggu, (24/10/2021).
“Saya minta semua klub senantiasa dapat menempatkan dan menjunjung tinggi jiwa serta semangat sportivitas dan fair play diatas segala–galanya,” ujar H. Acep Purnama, SH., MH, Bupati Kuningan, saat membuka turnamen bola voli putra tersebut.
H. Acep menyampaikan, bahwa turnamen bola antar desa se Kabupaten Kuningan tersebut merupakan upaya dalam meningkatkan kualitas dunia olahraga, khususnya kualitas atlet-atlet voli yang ada di Kabupaten Kuningan
“Mari Kita bersama-sama jadikan tontonan ini dengan tuntunan sehingga Kuningan dapat menciptakan atlet yang handal dan berkualitas serta dengan tercipta dan terjaganya intensitas pertandingan maupun kejuaraan maka mutu dunia olahraga bisa ditingkatkan secara bertahap, dan tak berlebihan kiranya jika pada saatnya nanti akan muncul klub-klub serta pemain-pemain berkualitas yang dapat mengharumkan nama daerah Kabupaten Kuningan dalam skala yang lebih tinggi lagi,” ujar H Acep.
Turnamen Bola Voli ini, dimaksudkan sebagai salah satu bentuk silaturahmi antara pemerintah dan masyarakat untuk membangun komunikasi yang harmonis dalam mewujudkan visi Kabupaten Kuningan MAJU (Ma’mur, Agamis, Pinunjul, Berbasis Desa Tahun 2023).
“Melalui komunikasi yang terjalin dengan baik diharapkan berbagai kebijakan dalam pembangunan baik yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Kuningan dapat terwujud dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di Kabupaten Kuningan,” harap H Acep.
Kegiatan turnamen tersebut diikuti oleh berbagai klub bola voli desa se Kabupaten Kuningan, dengan tujuan untuk mencari bibit atlet bola voli yang ada di Kabupaten Kuningan. Sejatinya, Kuningan memiliki 376 desa/kelurahan, yang tersebar di 30 kecamatan.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.