TVDesa-Wonogiri : Dalam sebuah acara yang berlangsung di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri pada Rabu (19/6/2024), sebanyak 243 kepala desa di Kabupaten Wonogiri secara resmi menerima Surat Keputusan (SK) perpanjangan masa jabatan. Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, secara langsung menyerahkan SK tersebut, menandai dimulainya babak baru kepemimpinan desa dengan masa jabatan yang lebih panjang, yakni delapan tahun.
Perpanjangan masa jabatan ini sejalan dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Perubahan regulasi ini memberikan kesempatan bagi kepala desa untuk lebih fokus dalam menjalankan program pembangunan dan pelayanan masyarakat.
“Dengan perpanjangan masa jabatan ini, diharapkan para kepala desa dapat bekerja lebih optimal dalam memajukan desanya masing-masing,” ujar Bupati Joko Sutopo dalam sambutannya.
Tantangan dan Harapan
Perpanjangan masa jabatan ini tentu saja membawa sejumlah tantangan baru bagi para kepala desa. Mereka dituntut untuk dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik dan mampu menjawab berbagai persoalan yang ada di desa. Namun, di sisi lain, perpanjangan masa jabatan ini juga memberikan harapan baru bagi masyarakat desa. Mereka berharap dengan adanya kepastian masa jabatan yang lebih panjang, pembangunan desa dapat berjalan lebih lancar dan berkelanjutan.
Fokus pada Pembangunan Desa
Dengan masa jabatan yang lebih panjang, para kepala desa diharapkan dapat lebih fokus pada pembangunan desa. Beberapa hal yang menjadi perhatian utama adalah peningkatan infrastruktur desa, pengembangan ekonomi masyarakat, serta peningkatan kualitas pelayanan publik.
“Kami akan terus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Dengan dukungan dari semua pihak, saya yakin kita dapat mewujudkan desa yang maju dan mandiri,” ungkap salah seorang kepala desa yang baru saja menerima SK perpanjangan masa jabatan.
Partisipasi Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam pembangunan desa sangatlah penting. Oleh karena itu, para kepala desa diharapkan dapat melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan. Dengan demikian, pembangunan desa dapat berjalan sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.