Home / Profil

Rabu, 29 September 2021 - 20:27 WIB

Amelia Yani: Tinggal di Desa, Menyembuhkan saya.

#Dian Purnama Putra - Penulis

Ketenangan dan suasana alam desa, sudah diakui banyak orang, memiliki daya menenangkan. Demikian pula dengan putri Jenderal Ahmad Yani, Amelia Yani, yang mengalami sendiri, dahsyatnya penyembuhan akibat luka bathinnya. Dilansir dari Kompas.com melalui wawancara khusus wartawan Widianti Kamil, Amelia Yani, menceritakan kisah hidupnya di desa.

Demi menyembuhkan trauma peristiwa G30S/PKI, Amelia Yani memilih untuk hijrah ke pedesaan yang berada di wilayah Sleman, DIY. Kepindahan putri Jenderal Ahmad Yani tersebut terjadi pada 1998.

“Tapi, kemudian, saya pindah ke desa, saya pindah ke sebuah dusun, dusun Bawuk namanya (Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 1988). Enggak ada listrik,” kata Amelia Yani.

Amelia Yani menetap di desa tersebut selama kurang lebih 20 tahun.

Bagi Amelia Yani, tinggal di desa berhasil melunturkan segala dendam, amarah, kebencian, dan penyakit hati lainnya yang selama ini dia rasakan.

“Tinggal di desa itulah yang menyembuhkan saya dari semua rasa dendam, rasa amarah, rasa benci, kecewa, iri hati, dengki. Itu hilang. Di desa, itu hilang,” tuturnya.

Baca Juga |  Dari Teh ke Peternak Sapi Perah: Cuan Lebih Menggiurkan

“Lebih dari 20 tahun saya di sana. Jadi hampir seperempat abad, saya ada di desa. Ketika itu saya menyekolahkan (mulai SMA) Dimas (anak tunggal) ke Australia,” imbuhnya.

Di desa, kegiatan Amelia Yani sehari-hari berkutat dengan alam seperti ke sawah.

Saat tinggal di desa Amelia Yani bahkan juga mempunyai sawah, kolam ikan gurame hingga berbagai macam pohon buah-buahan.

“Saya sendiri di desa. Bangun pagi, jam enam saya sudah di sawah. Saya punya sawah, saya punya kolam ikan gurame, punya pohon buah-buahan, mangga, saya punya pepaya, pisang,” cerita dia.

“Semua, semua saya punya, punya ayam, saya jualan telur ayam, tapi rugi terus, enggak pernah untung, enggak tahu kenapa,” timpalnya.

Amelian Yani juga mengaku bahwa dia banyak bergaul dengan para petani.

“Itulah belajar. Saya banyak bergaul dengan petani. Saya ke Bukit Menoreh. Kalau orang ingat (buku seri) Api di Bukit Menoreh, saya sudah sampai di ujungnya, di Puncak Suryoloyo itu. Waktu malam 1 Suro, mereka semua (warga) ke puncak gunung. Dan, saya sudah di sana, saya sudah ke mana-mana,” ujarnya.

Baca Juga |  Tahun 2022, Babel Peroleh Dana Desa Sebesar 274,4 Miliar

Hingga akhirnya, setelah 20 tahun berada di pedesaan itu, Amelia Yani dan anaknya memutuskan untuk kembali ke Jakarta.

“Dan setelah tinggal di desa 20 tahun lebih sedikit, anak saya manggil. Katanya, enggak cocok di situ. Jadi, saya meninggalkan dusun, balik lagi ke kota, Jakarta,” pungkasnya.

 

Follow WhatsApp Channel tvdesanews.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Berita ini 221 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Profil

Mantan Rektor Jadi Ketua RT: Desa Mambak Miliki Pemimpin Inspiratif

Profil

Sosialisasi Perlindungan dan Pengelolaan Hutan Negara Perhutani BKPH Sumbermanjing

Profil

Andi Suhandi: Kepala Desa yang Tak Malu Kotor-Kotoran demi Desa

Profil

Miau Baru: Desa Hijau di Tengah Lautan Sawit

Profil

Desa Kurau Barat: Pelopor Blue Economy di Bangka Tengah

Profil

Hutan Jadi Emas: Desa Tambakasri Sukses Kelola Hutan Bersama Perhutani

Profil

Alek Gadang Pauh: Warisan Budaya Minang Bersinar Kembali

Profil

Klinterejo: Desa Maju di Mojokerto dengan Potensi yang Mengesankan