TV Desa – Bondowoso : Komitmen Pemerintah Desa Lombok Kulon, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Bondowoso dalam peningkatan pelayanan kebutuhan warganya, diwujud nyatakan dalam bentuk Aplikasi Simdes (Sistem Informasi Manajemen Desa).
“Jika ada warga melahirkan di tengah malam, cukup memberitahu lewat Informasi Tehnologi (IT). Petugas akan langsung memberikan pertolongan awal. Demikian juga, dengan keamanan,” ujar Rusdiantonya, Penjabat (Pj) Kades Lombok Kulon.
Kemudahan layanan kepada masyarakat yang diberikan Pemdes Lombok Kulon, menurut, Rusdianto, selain aplikasi itu berfungsi sebagai pelayanan kesehatan dan keamanan, juga mempermudah warga dalam mengurus Adminduk. Kepengurusan yang dapat dilayani lewat aplikasi itu, diantaranya seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) dan Akte Kelahiran.
“Jadi, warga tidak usah datang ke balai desa. Tetapi, cukup mengklik Aplikasi Simdes, semua kebutuhan Adminduk, sudah bisa dilayani. Jadi, mengurus Adminduk cukup dari rumah,” kata Rusdi-sapaannya.
Kepala Kantor Kecamatan Wonosari, Subagio S.Pd, secara terpisah menjelaskan bahwa dari 12 desa yang ada di wilayah kerjanya, sudah ada 2 Pemdes yang menggunakan aplikasi Simdes. Selain Desa Lombok Kulon, juga ada Desa Tumpeng.
“Informasi yang kami terima, baru dua Pemerintah Desa di Kabupaten Bondowoso, yang menggunakan aplikasi Simdes dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. Kedua desa itu, ada di wilayah Kecamatan Wonosari,” ujar Subagio, Jumat (08/10/2021).
Lombok kulon, merupakan salah satu desa yang mendapat gelar Desa Wisata Organik. Produk asli desa, yakni beras organik di desa ini, sudah mendapat sertifikasi organik dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (Lessos). Hampir semua produk pertanian di desa ini ditanam secara organik. Selain itu, ada sekitar 40 kolam ikan untuk budidaya ikan Gurami, ikan Nila, dan ikan Patin. Tentu saja budidaya ikan ini juga menggunakan konsep organik.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.