Padang Pariaman [Desa Merdeka] – Di tengah tantangan kemiskinan yang masih menghantui berbagai pelosok negeri, secercah harapan muncul dari inisiatif akar rumput yang memanfaatkan kekayaan alam dan mengatasi permasalahan lingkungan.
Sebuah pertemuan virtual yang mempertemukan para ahli, tokoh masyarakat, dan penggerak perubahan dari Sabang hingga Merauke baru-baru ini secara virtual, Kamis (15/05/2025) memunculkan gagasan-gagasan revolusioner yang berpotensi mengubah lanskap ekonomi masyarakat marginal. Bukan lagi sekadar wacana, aksi nyata dengan sentuhan teknologi metalurgi dan turunannya siap menjadi solusi cerdas.
Bayangkan, tumpukan sampah 180 ton per hari di Kediri bukan lagi momok, melainkan sumber energi terbarukan dan produk bernilai tinggi. Atau, pohon kelapa yang melimpah di Kepulauan Sangihe disulap menjadi biodiesel ramah lingkungan untuk menggerakkan perekonomian lokal.
Inilah sebagian kecil dari ide brilian yang mengemuka dalam diskusi bertajuk “Percepatan Pengentasan Kemiskinan Sektor EBT (Energi Baru dan Terbarukan) versi Bakti Taskin: Teknologi Metalurgi dan Turunannya Menjadi Solusi Cerdas”.
Dipimpin oleh Suntoro selaku Sekjen DPP BAKTI Taskin dibantu oleh Alan Keba sebagai moderator dan dengan keahlian Prof. Muhammad Yahya Arif sebagai dewan pakar DPP BAKTI Taskin, pertemuan ini menjadi ajang bertukar pikiran tentang pemanfaatan sumber daya lokal yang selama ini terabaikan.
Minyak kelapa, potensi panas bumi yang terpendam, hingga limbah yang menggunung, semuanya dilihat sebagai aset yang bisa diolah menjadi kemakmuran. Bahkan, limbah tambang raksasa seperti Freeport di Papua pun dilirik potensi kandungan neodymiumnya untuk mendukung industri kendaraan listrik lokal.
Lebih jauh lagi, diskusi merambah pada kekuatan tersembunyi di perut bumi dan aliran sungai. Komunitas pertambangan di Jawa Barat menjajaki kolaborasi dengan Fakultas Metalurgi ITB untuk mengembangkan praktik penambangan skala kecil yang berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat setempat.
Sungai Lusi di Jepara, yang selama ini mungkin hanya dianggap sebagai jalur air biasa, ternyata menyimpan potensi mineral berharga yang bisa diolah menjadi garam dan logam, bahkan berpotensi untuk industri baterai masa depan.
“Kita tidak perlu terus menerus bergantung pada impor. Kekayaan alam kita melimpah, hanya perlu sentuhan teknologi dan kemauan untuk mengelolanya secara cerdas,” ujar Prof. Yahya, yang berbagi pengalamannya mengembangkan produksi biodiesel dari kelapa.
Penemuannya bahkan diklaim 15% lebih ekonomis dari bahan bakar tradisional, sebuah angin segar bagi petani dan nelayan yang selama ini terbebani biaya operasional.
Semangat untuk mandiri dan berdikari juga tercermin dari inisiatif masyarakat Kalimantan Selatan yang berencana mengolah batu bara menjadi produk dengan nilai jual lebih tinggi, ketimbang hanya mengekspor bahan mentah.
Tentu saja, mewujudkan mimpi ini membutuhkan kerja keras dan kolaborasi. Langkah-langkah konkret telah dirancang, mulai dari pembuatan tutorial video pembuatan biodiesel oleh Prof. Yahya, penjajakan kerjasama proyek limbah-ke-energi di Kediri, hingga penelitian potensi limbah tambang oleh tokoh masyarakat Papua.
Pendidikan dan pelatihan khusus tentang pengolahan logam dan pengembangan pertanian juga menjadi agenda penting untuk membekali masyarakat dengan keterampilan yang dibutuhkan.
Pertemuan ini bukan sekadar obrolan di dunia maya. Ini adalah Declaration of Independence ekonomi berbasis sumber daya lokal. Jika setiap ide brilian ini dapat diwujudkan dengan dukungan yang tepat, bukan tidak mungkin Indonesia akan menyaksikan gelombang pengentasan kemiskinan yang signifikan, sembari menjaga kelestarian lingkungan.
Akankah inovasi dari akar rumput ini mampu mengguncang dominasi sistem ekonomi konvensional dan membawa kemakmuran yang lebih merata? Waktu yang akan menjawab, namun semangat dan ide yang berkobar dalam pertemuan ini adalah pertanda baik bagi masa depan Indonesia yang lebih berdaya.

Penggiat Desa. Lakukan yang Perlu saja (Prioritas).
Kita Gak perlu memenangkan semua Pertempuran.
Tinggal di Padang Pariaman, Sumatera Barat.