TVDesa – Solok : Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag) Rangkiang Ameh, Nagari Paninggahan, Kecamatan Junjung Sirih, Kabupaten Solok, kembali menorehkan prestasi membanggakan. BUMNag ini terpilih mewakili Kabupaten Solok dalam Lomba BUMNag Berprestasi Tingkat Provinsi Sumatera Barat tahun 2024.
Pada Jumat (7/6), tim penilai dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, yang dipimpin oleh Mahdianur, SE, MM, melakukan penilaian langsung ke Kantor Wali Nagari Paninggahan. Kunjungan ini menjadi momen penting dalam upaya meningkatkan kualitas dan kinerja BUMNag di Kabupaten Solok.
Wali Nagari Paninggahan, Jasman, S.Ag, menyampaikan rasa syukur atas kepercayaan yang diberikan kepada BUMNag Rangkiang Ameh. Ia berharap BUMNag ini dapat meraih prestasi terbaik dalam ajang lomba tingkat provinsi. “Dukungan dari seluruh masyarakat sangat kami harapkan agar BUMNag kita bisa menjadi juara,” ujarnya.
Senada dengan Wali Nagari, Bupati Solok yang diwakili oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Nagari (DPMN), Romi Hendrawan, S.Sos, M.Si, juga memberikan apresiasi kepada BUMNag Rangkiang Ameh. Ia berharap lomba ini dapat menjadi motivasi bagi BUMNag lainnya di Kabupaten Solok untuk terus berinovasi dan berkembang.
“Penilaian ini bukan hanya sekedar lomba, tetapi juga sebagai upaya pembinaan untuk meningkatkan kinerja BUMNag. Harapannya, BUMNag di Kabupaten Solok dapat semakin berkontribusi dalam pembangunan daerah,” kata Romi.
BUMNag sebagai Motor Penggerak Ekonomi Desa
Ketua Tim Penilai, Mahdianur, menjelaskan bahwa penilaian BUMNag meliputi berbagai aspek, mulai dari kelembagaan, struktur organisasi, unit usaha, hingga dampak terhadap masyarakat. Tujuan utama lomba ini adalah untuk mendorong tumbuh kembangnya BUMNag sebagai salah satu pilar penguatan ekonomi desa.
“BUMNag memiliki peran penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, mengoptimalkan potensi desa, dan menciptakan lapangan kerja,” ujar Mahdianur.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.