TVDesa – Kuningan : Bupati Kuningan, H. Acep Purnama, SH., MH, secara resmi membuka kegiatan Fasilitasi Penyusunan dan Profil Desa dan Kelurahan (PRODESKEL) di Lembah Ciremai, Senin (28/03/2022). Kegiatan yang diikuti oleh 32 Kasi Pemerintahan Kecamatan dan 376 Kasi Pemerintahan Desa/Kelurahan se-Kabupaten Kuningan ini bertujuan untuk menyelaraskan pemahaman dan meningkatkan kapasitas dalam menyusun profil desa yang akurat dan komprehensif.
Dalam sambutannya, Bupati Acep menekankan pentingnya prodeskel sebagai dasar perencanaan pembangunan di tingkat desa. “Profil desa dan kelurahan ini merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2007. Data yang terkumpul harus akurat dan sesuai dengan kondisi riil di lapangan, meliputi data dasar keluarga, potensi desa, dan tingkat perkembangan,” tegasnya.
Bupati Acep juga menyampaikan bahwa prodeskel yang baik akan sangat bermanfaat dalam berbagai aspek, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program pembangunan. Data yang valid akan mendukung pengambilan keputusan yang tepat dan efektif dalam upaya penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan pelayanan publik.
“Data profil desa yang akurat dan terkini akan menjadi rujukan bagi berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun investor. Dengan demikian, potensi desa dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” imbuhnya.
Pentingnya Kapasitas Sumber Daya Manusia
Bupati Acep menyadari bahwa keberhasilan penyusunan prodeskel sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang terlibat. Oleh karena itu, kegiatan fasilitasi ini difokuskan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan para peserta dalam mengelola data dan menyusun profil desa.
“Saya berharap para peserta dapat mengikuti kegiatan ini dengan serius dan antusias. Setelah pelatihan ini, diharapkan setiap desa/kelurahan memiliki tim yang solid dan kompeten dalam mengelola data profil desanya,” ujarnya.

Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.