TV Desa – Jakarta : “Patut di contoh oleh Kampung/Desa lain, bukan hanya di Papua, melainkan di seluruh daerah di Indonesia”, cuit akun twitter resmi Abdul halim Iskandar, Menteri Desa PDTT, kamis malam. (9/9/2021).
Cuitan Gus Menteri, sapaan khas Menteri Desa PDTT, masih berlanjut. Disebutkan bahwa Kampung yang dianggap patut dicontoh seluruh daerah di Indonesia tersebut adalah Nendali. “Kampung yang bagus” lanjut cuitan Gus Menteri, dengan transparansi anggaran, pendapatan kampung, capaian program, hingga penerima BLT Dana Desa terpampang rapi di Balai Kampung.
Diketahui, bahwa Gus Menteri melakukan kunjungan kerja ke Indonesia timur. Meninjau BUMKam (Badan Usaha Milik Kampung/ Desa) Yeabu Faa Kampung Nendali, Distrik Sentani Timur, Kab. Jayapura, Papua. BUMKam ini memiliki unit usaha ikan keramba, yang disebut Gus Menteri, Salah satu BUMKam yang pandai memanfaatkan peluang. Keramba yang dikelola oleh BUMKam terletak di Danau Sentani.
Secara geografis Kampung Nendali berada di wilayah distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, yang terletak dibibir Danau Sentani, dan jalan raya Abepura-Sentani sehingga mudah dijangkau oleh siapa saja yang hendak berkunjung. Bangunan kantor, balai kampung dan Polindes tampak sederhana berjejer di kaki gunung Cyclop. Halaman pun ditata rapi sehingga tampak menyejukkan. Dari kantor kampung Nendali, tampak juga danau Sentani yang indah mempesona. Di wilayah kampung inilah, berdiri Stadion Lukas Enembe yang megah, dimana pelaksanaan Pekan Olahraga nasional (PON) ke XX akan digelar.
Saat memasuki balai kampung, di sana terpampang semua program kerja kampung lengkap dengan alokasi dana yang dianggarkan. Bukan itu saja, setiap hari aparat kampung selalu hadir di kantor untuk memberikan pelayanan kepada warga masyarakat kampugn Nendali dan menerima kunjungan dari berbagai instansi. Keterbukaan pemerintah kampung Nendali menjadi kunci sukses pembangunan. Masyarakat terlibat aktif di dalam pembangunan mulai dari proses perencanaan, penganggaran dan pelaksanaannya. Masyarakat turut mengawasi jalannya proses pembangunan di kampung Nendali.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.