TVDesa – Luwu : Suasana meriah menyelimuti Desa Lauwa, Kecamatan Belopa Utara, Kabupaten Luwu, pada Minggu pagi (11/8). Warga dari berbagai kalangan tumpah ruah mengikuti jalan sehat yang digelar dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia. Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang berolahraga, tetapi juga menjadi momen untuk mempererat tali silaturahmi dan mengenang jasa para pahlawan.
Start garis finish dimulai dari batas Desa Lauwa dengan Desa Paconne, tepatnya di depan kediaman Kepala Desa Lauwa. Rute yang telah ditentukan membawa peserta menyusuri jalan poros Lauwa yang asri, melewati persawahan hijau dan pemukiman penduduk. Pemandangan pedesaan yang masih alami semakin menambah semarak acara.
“Jalan sehat ini bukan sekadar kegiatan rutin tahunan, tetapi juga menjadi ajang untuk mempromosikan potensi wisata desa kami,” ujar Muhlis, Kepala Desa Lauwa. “Dengan rute yang melintasi keindahan alam Desa Lauwa, diharapkan dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung,” imbuhnya.
Berbagai hadiah menarik telah disiapkan panitia untuk memeriahkan acara, mulai dari sepeda gunung, peralatan rumah tangga, hingga voucher belanja. Undian hadiah dilakukan di akhir acara, menambah kegembiraan para peserta.
Masnaeni, Ketua PKK Desa Lauwa, mengungkapkan bahwa kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. “Selain berolahraga, jalan sehat juga menjadi momen bagi kita untuk bersosialisasi dan mempererat hubungan antarwarga,” ucapnya.
Warga Antusias Ikuti Acara
Salah seorang peserta, Ani (35), mengaku sangat antusias mengikuti acara ini. “Selain bisa berolahraga, saya juga bisa bertemu dengan teman-teman lama. Acara seperti ini sangat positif dan perlu terus diadakan,” ujarnya.
Senada dengan Ani, Budi (40) mengatakan bahwa jalan sehat ini menjadi momen yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada anak-anak. “Dengan mengikuti kegiatan seperti ini, anak-anak bisa belajar tentang arti penting kemerdekaan dan menghargai jasa para pahlawan,” ungkapnya.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.