TVDesa – Banyumas : Kehadiran desa wisata di Kabupaten Banyumas semakin menjamur. Namun, tidak semua desa wisata mampu bertahan lama dan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Banyak desa wisata yang hanya seumur jagung dan berakhir menjadi desa wisata yang mangkrak.
Pengamat Wisata dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Chusmeru, mengungkapkan bahwa banyak desa di Banyumas yang terburu-buru mengklaim diri sebagai desa wisata hanya karena memiliki pemandangan alam yang indah dan viral di media sosial. Padahal, untuk menjadi sebuah desa wisata yang berkelanjutan, dibutuhkan perencanaan, pengelolaan, dan konsep yang matang.
“Desa wisata bukan hanya sekadar menyajikan pemandangan alam yang indah atau something to see. Desa wisata harus menawarkan pengalaman yang lebih kepada pengunjung, seperti something to do, something to learn, dan something to buy yang unik dan khas desa,” jelas Chusmeru.
Konsep Desa Wisata yang Ideal
Menurut Chusmeru, desa wisata yang ideal adalah desa yang mampu mengintegrasikan berbagai elemen, mulai dari objek wisata, atraksi, akomodasi, kuliner, hingga kerajinan tangan. Pengunjung tidak hanya bisa menikmati keindahan alam, tetapi juga bisa terlibat dalam aktivitas sehari-hari masyarakat desa, belajar budaya lokal, dan membeli produk-produk khas desa.
Tantangan Desa Wisata di Banyumas
Sayangnya, banyak desa wisata di Banyumas yang masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa di antaranya adalah kurangnya diferensiasi, keunggulan komparatif, nilai kompetitif, inovasi, dan promosi yang efektif.
“Banyak desa wisata yang menawarkan produk wisata yang serupa, sehingga sulit untuk menarik minat pengunjung. Selain itu, kurangnya inovasi juga membuat desa wisata menjadi membosankan dan tidak menarik lagi dikunjungi,” tambah Chusmeru.
Solusi untuk Desa Wisata Banyumas
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Chusmeru menyarankan beberapa solusi, antara lain:
Membangun diferensiasi: Setiap desa wisata harus memiliki keunikan dan ciri khas yang membedakannya dengan desa wisata lainnya.
Meningkatkan keunggulan komparatif: Desa wisata harus fokus pada potensi yang dimiliki dan mengembangkannya menjadi keunggulan yang kompetitif.
Menjaga nilai kompetitif: Desa wisata harus terus berinovasi dan meningkatkan kualitas pelayanan untuk tetap menarik minat pengunjung.
Memperkuat promosi: Desa wisata perlu memanfaatkan berbagai platform digital untuk mempromosikan diri kepada target pasar yang lebih luas.
Dengan menerapkan strategi yang tepat, diharapkan desa wisata di Banyumas dapat berkembang secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.