TVDesa – Jakarta : Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, Dr Paudah MSi ungkap kehadiran e-Voting atau Electronic Voting memang sangat membantu proses pemilihan kepala desa (pilkades) di berbagai daerah. Meski begitu, ia tetap memberikan catatan penting terkait pelaksanaannya.
Menurut Paudah, hingga saat ini tercatat masih ada 12.000 desa yang belum memiliki akses internet dan listrik. Desa-desa ini terutama berada di wilayah timur Indonesia ataupun pegunungan.
“Kami mencatat sekitar 12 ribu desa yang tidak terhubung dengan internet dan listrik. Tapi saya rasa hal ini tidak perlu dijadikan masalah yang cukup serius karena masih ada 60 ribu desa yang bisa melakukan e-Voting,” kata Puadah dalam acara penandatanganan perjanjian lisensi Hak Cipta “Aplikasi Pemilu Elektronik (e-Voting)” antara BRIN dengan PT Inti Konten Indonesia, Selasa (19/3/2024) di Gedung BJ Habibie BRIN, Jl MH Thamrin No 9, Jakarta.

Desa Tidak Perlu Khawatir
Terkait hal tersebut, pencipta aplikasi e-Voting yang juga Perekayasa Ahli Utama Pusat Riset Sains Data dan Informasi BRIN, Dra Andrari Grahitandaru MSc mengungkapkan desa tidak perlu khawatir bila tidak memiliki internet ataupun listrik.
Karena, e-Voting tidak terhubung ke jaringan apa pun selama proses pemungutan suara. Hal ini dimaksudkan untuk menanggulangi hadirnya hacker selama proses pemilu berlangsung.
Penggunaan internet hanya hadir ketika penghitungan suara selesai dan data akan dikirimkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Prosesnya tidak memakan internet yang banyak karena hanya satu klik di akhir program e-Voting.
Untuk menghadapi hal itu pula, BRIN bersama PT Inti sudah melakukan simulasi ke 4 desa yang ada di wilayah pegunungan Kabupaten Bantaeng. Keempat desa itu tidak memiliki listrik, namun BRIN dan PT Inti tetap memfasilitasi agar proses berjalan lancar.
“Jadi 4 desa ini di gunung tempatnya, dia tidak ada listrik tapi kami menggunakan aki mobil. Nah, jadi untuk listrik tidak menjadi kendala demikian juga internet,” tegas Andrari.

Sudah Diuji Coba Lebih ke 1000 Desa
Bukan program baru, e-Voting telah diimplementasikan ke lebih dari 1000 desa yang tersebar di 28 kabupaten dari 15 provinsi di Indonesia. Berbagai daerah tersebut yakni:
Tahun 2013 : Boyolali 7 Desa, Jembrana 2 Desa, Musi Rawas 2 Desa
Tahun 2014 : Musi Rawas 95 Desa
Tahun 2015 : Bantaeng 9 Desa, Boalemo 30 Desa, Banyuasin 160 Desa, Empat Lawang 101 Desa
Tahun 2016 : Bantaeng 9 Desa, Boalemo 30 Desa, Banyuasin 160 Desa, Batang Hari 32 Desa
Tahun 2017 : Bogor 1 Desa, Agam 28 Desa, Boyolali 5 Desa, Boalemo 17 Desa, Bantaeng 25 Desa, Banyuasin 45 Desa, Mempawah 20 Desa, Musi Rawas 16 Desa, Indragiri Hulu 1 Desa
Tahun 2018 : Bogor 1 Desa, Sidoarjo 14 Desa, Luwu Utara 3 Desa, Oku Timur 40 Desa, Pemalang 172 Desa, Batanghari 15 Desa, Sarolangun 39 Desa
Tahun 2019 : Agam 35 Desa, Boyolali 22 Desa, Lumajang 2 Desa, Situbondo 5 Desa, Boalemo 17 Desa, Magetan 18 Desa, Oku Timur 8 Desa, Bantaeng 16 Desa, Indragiri Hulu 3 Desa, Toraja Utara 87 Desa
Tahun 2020 : Sidoarjo, Sleman 49 Desa, Banyuasin 80 Desa, Batanghari 60 Desa, Sarolangun 62 Desa, Musi Rawas 42 Desa, Mempawah 30 Desa
Tahun 2021 : Barito Kuala 43 Desa, Sleman 35 Desa, Bantaeng 9 Desa, Indragiri Hilir 1 Desa
Tahun 2022 : Bulukumba 1 Desa, Boalemo 16 Desa, Lampung Tengah 5 Desa, Pesawaran 1 Desa
Tahun 2023 : Malinau 2 Desa, Mempawah 19 Desa, Agam 38 Desa, Bantaeng 25 Desa
Untuk itu, Direktur Utama PT Inti Konten Indonesia, Rizqi Ayunda Pratama SKom MBA yakin bila penyelenggaraan e-Voting bisa berjalan sangat baik di berbagai desa. Karena seluruh hal telah difasilitasi baik perangkat hingga petugas yang tersertifikasi sebelum pemilihan berlangsung.
“Selama pengujian aplikasi aman, akses ratenya 100% jadi harus percaya,” pungkas Rizqi.

Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.