TV Desa – Kendal : Desa Gondang, yang berada di bagian barat kaki Gunung Ungaran, semakin gencar menawarkan potensi-potensi wisata di wilayahnya.
“Pilihan di desa kita ini, baik wisata alam, edukasi, dan kuliner semua ada. Dan saat ini juga, sedang kita rintis semuanya, agar menjadi sebuah paketan wisata dan itu sudah masuk dalam daftar, bahkan homestay juga sudah mulai ada,” ujar Kepala Desa Gondang, Yudi Santoso, saat menerima kunjungan Bupati Kendal di Desa Gondang, Selasa (28/9/2021).
Kepala Desa Gondang Yudi Santoso menyampaikan, keindangan alam dan perkebunan di Desa Gondang memiliki daya tarik wisata. Untuk itu, pihaknya mulai melakukan beberapa pengembangan, seperti menciptakan paket liburan, baik bagi keluarga maupun komunitas.
Dijelaskan, beberapa sektor wisata yang menjadi unggulan di Desa Gondang antara lain, Curug Parleburgongso, Curug Cemara Kembar, Lembah Nirwana, Taman Sayur, dan paketan kegiatan wisata yang menawarkan penginapan, serta penawaran pentas seni, bahkan mina wisata.
Bupati Kendal Dico M Ganinduto mendukung Pemerintah Desa Gondang yang berhasil mewakili Kabupaten Kendal, dan lolos 300 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) tahun 2021. Pengembangan desa wisata Gondang, menurut Dico, memiliki potensi wisata yang sangat tinggi. Dia yakin, dengan adanya dukungan langsung dari masyarakat dan peran aktif dari Pokdarwis, serta Bumdes, wisata Desa Gondang bisa berkembang.
“Saya lihat dari Master Plan yang dipaparkan, saya kira masih dalam rencana ternyata sudah mulai digarap beberapa spotnya terutama di camping ground ini, dan tentunya setelah melihat ini semua memang Desa Gondang sangat berpotensi dalam menjadi kawasan wisata,” ujar bupati.
Bupati berharap, Kabupaten Kendal mulai bangkit di sektor wisata, sehingga nantinya akan memberikan dampak domino, terutama pada sektor ekonomi dan berkembangnya UMKM di kawasan wisata.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.