Home / Opini

Rabu, 21 Juni 2023 - 14:52 WIB

Indonesia Darurat Pendidikan Politik Warga

009 Setiyo Haryono - Penulis

Upaya Mengembalikan Nilai Demokrasi Sebagai Prinsip Bernegara

Oleh: Setiyo Haryono*

TVDesaNews.Id: Kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) yang berlangsung lima tahunan cukup memberikan satu fakta yang memprihatinkan, pasalnya  pasca reformasi pemilu diselenggarakan secara langsung, dimana masyarakat diberi wewenang untuk memilih calon legislatif dan presiden. Tentunya hal itu memiliki dua implikasi yang berbeda.

Secara proses, rakyat diuntungkan karena tidak menggunakan sistem keterwakilan suara seperti era Orde baru. Sehingga kehendak rakyat bisa tersalurkan sesuai hati nuraninya. Pemilu Langsung  berjalan kurang lebih 4 kali  sejak tahun 1999, dimana rakyat diberi keleluasaan untuk menggunakan hak pilihnya.

Sementara disisi lain, justru praktik pemilu langsung menjadi momentum untuk membelokkan azas demokrasi itu sendiri, ketika tidak diimbangi dengan pemahaman politik oleh masyarakat. Dimana para kontestan pemilu secara massive melakukan upaya propaganda dengan isue-isue yang  tidak mencerdaskan. Seperti isue SARA dan sentimen kelompok, yang justru mendistorsi tujuan dari pemilu itu sendiri.

Fenomena tersebut dapat dilihat ketika menjelang pemilu presiden atau legislatif, masing-masing kubu saling serang di Dunia Maya , yang kemudian melambungkan trending di Twitter atau platform media sosial lainnya, yang dengannya ikatan persatuan bangsa menjadi hilang makna. Dan saat ini menjelang pemilu 2024, praktik tersebut terjadi lagi.

Baca Juga |  Warong Wo Lidya (part2) : Sengkarut Bagi Kicut

Dalam kasus lain, pemilu disalahgunakan oleh kontestan untuk mengeksploitasi suara rakyat seperti barang dagangan, dengan membeli suara. Yang menurut Michelle Foucoult (filsuf Perancis) dalam bukunya  cenderung menjadikan kekuasaan sebagai lahan korupsi.

Menurutnya, tulisan tentang kekuasaan sangat banyak namun hanya sedikit saja yang bisa diketahui. Ilmu sejarah misalnya, sering berbicara tentang kekuasaan tetapi terutama membahas tentang orang-orang yang berkuasa seperti raja-raja, panglima-panglima, atau lembaga-lembaga yang memiliki kuasa seperti negara, parlemen, dan gereja. Hal ini mendorong Foucault untuk kemudian membahas kekuasaan dalam perspektif yang baru.

Bentuk kekuasaan seringkali diilustrasikan dengan piramida di mana raja pada bagian atas, pelayan raja di bagian tengah, dan rakyat paling bawah.

Kembali pada persoalan pemilu di Indonesia, makin hari makin jauh dari tujuan demokrasi sebagai prinsip nilai bernegara. Hal itu terjadi Karena pemilu telah dimanfaatkan  sebagai media transaksional.

Minimnya pemahaman dan kesadaran akan pemaknaan pemilu  sebagai media demokrasi. Menjadi masalah serius bangsa Indonesia saat ini.   Atau lebih tepatnya minimnya kecerdasan politik warga (politics Quotient). Sehingga rakyat mudah dimanipulasi dengan pelbagai modus politik.

Baca Juga |  Menyimak Perjalanan Desa Sejak Berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 – (Bagian ke-2/5)

Lantas, sampai kapan Indonesia akan terjebak dalam konflik dan pragmatisme politik hingga melupakan tujuan Demokrasi atau pemilu itu sendiri? Dari sini kita bisa mengambil satu kesimpulan, bahwa masyarakat kita (Indonesia) butuh pendidikan politik. Artinya, kita yang peduli perlu  memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan mereka.

Sudah seharusnya bagi para kontestan pemilu ,wabil khusus para caleg pada semua tingkatan, mesti melakukan upaya pendidikan politik warga. Sehingga mereka lebih paham tujuan politik lewat pemilu. Setidaknya tidak melakukan praktik Money Politic.

Maka langkah awal yang harus ditempuh adalah menyadarkan masyarakat agar tidak terjebak pada pragmatisme politik. Pertanyaannya, bagaimana jika hal itu sudah menjadi cultur masyarakat? Apakah bisa?

Maka dengan tegas saya katakan, sangat bisa dilakukan dengan syarat kita bersama-sama memiliki komitmen dan upaya untuk merubahnya, diawali dengan pendidikan politik warga.

*Penulis adalah aktivis Ikatan Alumni PMII, Ketua GRANAT Purbalingga, Dan penggiat Literasi dan Pendamping Desa

Follow WhatsApp Channel tvdesanews.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Berita ini 47 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Opini

Keripik Ubi Desa Cilembu: Cita Rasa Lokal yang Terkendala Kemasan

Opini

Peran Strategis Pengawas dalam Kemajuan BUM Desa

Opini

Gamifikasi dalam LMS: Meningkatkan Motivasi dan Engagement Aparatur Desa dalam Pelatihan
Ilustrasi by Ketut Subiyanto | Pexels

Opini

Mengenal Lebih Dekat Metode Baca Cepat dan Manfaatnya dalam Pembelajaran Berbasis LMS

Opini

Tantangan dan Solusi Membangun Desa Tertinggal Melalui Pendampingan Desa

Opini

Pentingnya Sumur Bor Untuk Kebutuhan Air Desa

Opini

Pentingnya TPQ dan Madarasah di Tengah Masyarakat Desa

Opini

BUM Desa Harus Dikelola Dengan Tatakelola yang Baik