TV Desa – Makassar : Monitoring dan evaluasi pemeringkatan keterbukaan informasi badan publik desa tingkat Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun 2021, menjadi forum Kepala Desa Senga Selatan mewakili Pemerintah Desa se-Kabupaten Luwu, untuk mempresentasikan kinerja layanan informasi publik, Jumat (5/11/2021).
“Tadi kita paparkan kinerja keterbukaan informasi publik Desa Senga Selatan dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Baik melalui website desa maupun via media sosial seperti facebook, youtube dan instagram, serta inovasi layanan informasi publik yang ada di desa kami berupa ruang command center, aplikasi digides, dan geospasial. Termasuk proyeksi arah pengembangan ke depannya,” jelas Muhammad Arfan Basmin, Kepala Desa Senga Selatan.
Presentasi yang dilaksanakan di ruang Command Center, Gedung A lantai IV Kantor Gubernur Sulsel tersebut, dinilai langsung oleh tim yang terdiri dari Pahir Halim (Ketua KI Sulsel), Andi Tadampali (Wakil Ketua KI Sulsel), Benny Mansjur (Komisioner KI Sulsel), Khaerul Mannan (Komisioner KI Sulsel), Fauziah Erwin (Komisioner KI Sulsel), Dr Muliadi Mau S.Sos MSi dan Mardiana Yunus SE M.Kom.
“Saya berharap agar keikutsertaan Desa Senga Selatan pada Monev KIP Desa tahun ini, dapat membiaskan energi positif dan motivasi bagi desa-desa lain di Kabupaten Luwu untuk lebih memaksimalkan kualitas pengelolaan layanan informasi publik sesuai ketentuan yang berlaku,” tukas Drs H Bustam, M.Si, Kepala Dinas PMD Luwu yang ikut mendampingi Kades Senga Selatan.
Menurut Bustam, kegiatan tersebut merupakan bagian penting dari akuntabilitas dan kredibilitas kinerja pemerintah desa di mata publik.
“Intinya, keterbukaan informasi publik desa merupakan hal yang wajib berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008, UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2018 tentang Standar Layanan Informasi Publik Desa,” terang Bustam.
Lanjut dikatakan Bustam, DPMD bersama Dinas Kominfo SP Luwu akan terus berupaya mendampingi dan mendorong terwujudnya pengelolaan pelayanan informasi publik yang regulatif dan implementatif di seluruh pemerintahan desa di Kabupaten Luwu.

Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.