TVDesa – Fakfak : Kampung Nembukteb, yang terletak di Distrik Kramongmongga, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, tengah bertransformasi menjadi pusat produksi tembakau negeri. Dukungan penuh dari Dinas Perkebunan Kabupaten Fakfak semakin menguatkan potensi desa ini untuk menjadi sentra penghasil tembakau berkualitas.
Plt Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Fakfak, Widhi Asmoro Jati, mengungkapkan optimismenya terhadap pengembangan budidaya tembakau di Kampung Nembukteb. “Dengan potensi yang ada dan dukungan pemerintah, kami yakin Kampung Nembukteb bisa menjadi pusat produksi tembakau negeri,” ujar Widhi saat ditemui di Fakfak, Kamis (4/1/2023).
Upaya pengembangan budidaya tembakau di Kampung Nembukteb telah dimulai sejak tahun 2023 dengan pengembangan lahan seluas satu hektar. Hasilnya pun cukup membanggakan, di mana produksi tembakau dalam skala kecil telah berhasil dilakukan dan mampu memenuhi kebutuhan lokal.
“Meskipun masih dalam skala kecil, produksi tembakau di Kampung Nembukteb sudah cukup signifikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Fakfak, baik untuk konsumsi sehari-hari maupun untuk keperluan adat,” tambah Widhi.
Potensi Besar dan Dukungan Pemerintah
Potensi Kampung Nembukteb sebagai pusat produksi tembakau tidak hanya didukung oleh kesuburan tanah, tetapi juga oleh antusiasme masyarakat setempat. Pemerintah Kabupaten Fakfak pun berkomitmen untuk terus mendukung pengembangan budidaya tembakau ini.
“Pengembangan budidaya tembakau di Kampung Nembukteb sejalan dengan program Fakfak Tersenyum yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” jelas Widhi.
Dengan adanya dukungan pemerintah dan potensi yang besar, diharapkan Kampung Nembukteb dapat menjadi contoh bagi desa-desa lain di Kabupaten Fakfak dalam mengembangkan potensi lokal. Selain itu, pengembangan budidaya tembakau juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan perekonomian daerah.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.