TV Desa – Garut : Hujan yang mengguyur, tidak menghalangi antusias warga Paminggir, mengikuti Donor Darah, Senin (20/9/2021).
” Target hari ini kami menyumbangkan pemenuhan darah sebanyak 200 labu, dan kami berharap dengan adanya ini kebutuhan stok darah di PMI Garut sedikit nya bisa terpenuhi,” tutur Lurah Paminggir, Asep Ridwan,SE.
Bakti sosial donor darah langsung dibuka oleh Lurah Paminggir Asep Ridwan,SE, didampingi Ketua Tim Penggerak PKK Kelurahan Paminggir Dini Martyan, Babinkamtibmas Aiptu Erie.K, dan Babinsa Kopda Wawan K.
Dihelat di aula kantor Kelurahan Paminggir, Jl Bank Kabupaten Garut, Jawa Barat, pemerintahan kelurahan Paminggir, kecamatan GarutKota menggelar bakti sosial donor darah. Nampak antusias warga Paminggir mengikuti Donor Darah dengan menerapkan Prokes Covid-19. Program Bakti sosial ini merupakan hasil kerjasama antara Kelurahan Paminggir, PMI Kabupaten Garut, dan TP PKK Kelurahan Paminggir.
Lurah Paminggir Asep Ridwan SE didampingi Ketua TP PKK Kelurahan Paminggir Dini Martyan menyampaikan kegiatan Donor Darah ini adalah salah satu kepekaan kepedulian kelurahan Paminggir dalam membantu PMI Garut dalam pemenuhan kebutuhan darah, apalagi dimasa Pandemi Covid-19.
“Setetes darah anda, sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan,” kata Asep Ridwan pada para awak media, saat ditemui disela kegiatan yang dimaksudkan sekaligus untuk memeriahkan hari jadi Palang Merah Indonesia (PMI) ke-76 yang jatuh pada 17 September.
Dari informasi yang dihimpun team redaksi TVDesa News, kebutuhan darah di Kabupaten Garut berkisar 1.800 sampai 2.000 labu darah. PMI Garut biasa memasok ke rumah sakit pemerintah dan swasta, termasuk di dalamnya bagi kebutuhan penderita thalasemia. Beredarnya larangan berkumpul di keramaian yang melibatkan masyarakat banyak untuk mencegah penyebaran virus corona, juga sempat membuat kegiatan donor darah terhenti.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.