TV Desa – Sragen : Di Desa Sambirembe, Kecamatan Kalijambe, 400 orang perajin bekerja mandiri di industri rumahan. Belum terhitung jumlah perajin yang bekerja di pabrik skala besar. Usaha pengolahan kayu sambirembe, memang sudah berjalan puluhan tahun. Dukungan dari asosiasi permebalan, membuat usaha ini tetap eksis, tidak terkikis jaman.
”Secara alami Kecamatan Kalijambe sudah terbentuk pasar mebel. Ketika dicoba membuat pusat penjualan mebel, tidak bertahan lama. Karena pembeli lebih suka langsung menuju rumah perajin. Tidak bisa dipaksakan dalam satu kompleks,” ujar Mustaqim, perangkat desa setempat saat dimintai keterangan.
Potensi Desa Sambirembe, di bidang permebelan dan kain goyor, memang sudah tidak ragukan lagi. Bahkan produk dari desa ini sudah tembus pasar Timur Tengah dan Afrika. Lokasi Desa Sambirembe tidak jauh dari Kota Solo. Jika berkendara hanya membutuhkan waktu sekitar 30-45 menit sudah sampai. Di desa ini banyak dijumpai home industri, terutama permebelan dan tenun.
”KUB kami sudah banyak menjalin komunikasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten. Sering mendapatkan pelatihan dan pendampingan. Selain itu kami bekerja sama dengan perguruan tinggi di Solo,” terang Mustaqim.
Kerja sama dengan universitas ini membuat para perajin mendapatkan berbagai pelatihan penjualan maupun teknik desain produksi. Sehingga desain yang dikembangkan mengikuti zaman dan selera konsumen.
Tidak hanya mebel, di desa ini juga ada perajin tenun goyor. Bahkan perajin lokal saat ini sudah berani ekspor ke Somalia di Afrika. Pasar kain goyor juga diminati sampai Timur Tengah.
”Karena kain goyor di sana punya prestis. Di sana hawanya panas, dengan memakai goyor terasa lebih nyaman,” papar Mustaqim.
Harga kain goyor yang lebih tinggi daripada daya beli pasar lokal, membuat pasar kain goyor lebih potensial di luar negeri.
”Sebenarnya sudah tahun 80 diekspor. Sasarannya negara-negara Timur Tengah. Kalau yang dekat di Brunei Darusalam dan Malaysia,” terang Mustaqim.
Penenun di Sambirembe ada sekitar 150 orang. Namun pengepulnya mayoritas dari luar Sragen. Kalau dari sekitar Sambirembe ada lima orang. Namun tidak ada kelompok yang mengakomodasi usaha tenun goyor di Sambirembe.
Sempat ada koperasi mebel yang dimanfaatkan untuk goyor. Pada saat itu Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah memiliki program one village one product. Koperasi itu akhirnya diaktifkan lagi untuk membuka jalan bantuan dari pemerintah pusat. Namun, dalam perjalanan akhirnya kandas dan perkembangannya tidak signifikan. Sehingga para pengusaha tenun berpikir lagi untuk membuat koperasi. Kain goyor ini sekarang sudah menjadi seragam wajib bagi aparatur sipil negara (ASN) Sragen.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.