Opini Mulyadi Putra.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa, semacam ijtihad baru berupa badan hukum yang lebih mapan untuk melindungi seluruh komponen yang ada di dalamnya. Baik itu berbentuk aset maupun pengelolaanya. Yakni, Badan Usaha Milik Desa Bersama (BumdesMa).
Nah, pasti penasaran dengan regulasi yang melatarbelakangi lahirnya BumdesMa dan segala bentuk tetekbengeknya? Mari kita simak penjabaran Gus Nasrun, yang berhasil dirangkum via zoom meeting sehari yang lalu di TV Desa.
Latar Belakang
Selain yang disampaikan di atas, tentu peran sentral dari PP No. 11 tahun 2021 juga jadi penentu, yang nantinya juga dijelaskan dalam Rancangan Peraturan Menteri (Rapermen). Dan tak kalah pentingnya ialah buah dari apresiasi pemerintah kepada pengelola yang selama ini mengelola dana bergulir masyarakat untuk dilegalkan kepengurusan, dan keberadaannya dalam satu ketentuan perundang-undangan yang diakui secara legal oleh negara. Karena status kepemilikan aset dan kekayaan dana bergulir masyarakat itu, adalah milik bersama masyarakat.
Selanjutnya, kenapa BumdesMa menjadi satu badan hukum yang pas? Karena BumdesMa bisa memastikan kepemilikan bersama masyarakat dalam satu kecamatan. Bagaimana representasi kepemilikan bersama itu dijamin dalam PP, maupun Rapermen yang nantinya akan menjelaskan PP tersebut, dan dijaminnya dengan mekanisme musyawarah antar desa.
Musyawarah antar desa adalah forum yang merepresentasikan masyarakat antar desa di suatu wilayah di kecamatan. Itu adalah suatu makanisme yang dirancang dan diamanahkan oleh Undang-Undang Desa. Karena itulah adanya pengalihan atau pembentukan pengelola kegiatan Dana Bergulir Masyarakat (DBM) eks PNPM-MP menjadi BumdesMa.
Proses Peralihan
Seterusnya bagaimana proses kegiatan pembentukan dari pengelola DBM menjadi BumdesMa? Di antaranya melalui proses peralihan: Peralihan Aset; Kelembagaannya; Personil/Pengelola dan; Peralihan Kegiatan Usahanya.
1. Pengalihan Aset, yakni seluruh aset atau kekayaan kelembagaan yang selama berjalannya program, dimiliki oleh masyarakat. Di antaranya adalah hibah atau bantuan pemerintah. Baik langsung maupun tidak dari pemerintah pusat, dan daerah selama pelaksanaan PNPM-MP. Kemudian pengembangan modal dari surplus dana bergulir itu sendiri yang kemudian dipupukkan sebagai modal. Pun kekayaan lain yang diperoleh secara sah selama pengelolaan program. Aset dari tiga sumber tersebut, dialihkan menjadi aset BumdesMa. Sebagai apa? Sebagai penyertaan modal bersama masyarakat dalam satu kecamatan;
2. Pengalihan Pengelola, tidak saja asetnya tapi sumber daya manusia, dan juga termasuk kelembagaannya. Semua itu diboyong untuk menjadi BumdesMa. Dalam hal personilnya, mulai dari BKAD eks PNPM, UPK eks PNPM, BP UPK, dan kelembagaannya harus masuk dalam kepengurusan organisasi BumdesMa. Tentu dengan mempertimbangkan kesesuaian, kebutuhan organisasi dan praktek tata kelola kerja kelembagaan yang baik.
Jadi, kekhawatiran teman-teman untuk tidak terakomodir di dalam kelembagaan baru ini tidak akan terjadi. Karena dalam PP dan Rapermen dinyatakan bahwa, pengelola DBM harus masuk dalam kepengurusan organisasi BumdesMa.
3. Pengalihan Kelembagaan, adalah untuk menjamin kepastian badan hukum; yang belum berbadan hukum, dialihkan kelembagaannya menjadi BumdesMa agar berbadan hukum. Adapun dalam bentuk badan hukum lainnya, juga dialihkan menjadi badan hukum BumdesMa. Tujuannya, agar memiliki kepastian hukum dan legitimit yang diakui oleh Undang-Undang. Karena sejauh ini belum ada landasan hukum yang mapan atau stabil.
Memang ada benarnya bahwa, pilihan badan hukum yang lain juga bisa menjamin kepastian hukum. Tapi tidak bisa menjamin kepastian bahwa itu adalah harta kekayaan milik masyarakat dalam satu kecamatan, dan BumdesMa adalah satu pilihan terbaik sejauh ini.
Seterusnya, pendirian BumdesMa harus melalui musyawarah antara desa. Hasilnya dituangkan dalam bentuk Berita Acara, Anggaran Dasar dan didaftarkan ke Kementerian Desa untuk dilanjutkan ke Kementerian Dalam Negeri, guna diterbitkan Sertifikat Badan Hukumnya.
4. Pengalihan Kegiatan Usaha, seluruh kegiatan yang dilakukan oleh pengelola kegiatan DBM PNPM-MP, juga turut dialihkan menjadi kegiatan usaha BumdesMa Bersama. Ini untuk melegatimasi keberadaan satu DBM sendiri, sebagai kegiatan usaha utama. Selanjutnya, kegiatan-kegiatan lain yang selama ini telah dilakukan oleh pengelola, dan atau kegiatan-kegiatan lainnya yang nantinya baru akan dibentuk ketika telah menjadi BumdesMa.
Poin Penting
Terakhir, dalam proses pengalihannya ada penyelesaian permasalahan. Maka dalam penyelesaian permasalahan itu, Pemerintah Pusat mengamanahkan kepada Pemerintahan Kabupaten/Kota untuk melakukan identifikasi. Tujuannya menemukan, mana kelembagaan yang berjalan dan sehat, kelembagaan yang kurang sehat, kooperasi, atau tidak ditemukan pengurus, dan juga asetnya.
Maka Pemerintah Kabupaten/Kota diperbolehkan melakukan audit keuangan restrukturisasi modal, retrukturisasi kepengurusan, dan pembinaan tata kelola kelembagaan. Setelah dilakukan proses penyehatan ini, barulah dibentuk BumdesMa.
Pun, jika tidak ditemukan kepengurusan, aset dan penerima manfaat, Pemerintah Kabupaten/Kota juga diamanahi untuk melaporkannya kepada Menteri, Pemerintah Pusat. Guna pengambilan tindakan terhadap kelembagaan-kelembagaan yang hilang pengurusan, penerima manfaat, dan hilang aset atau kekayaannya. Sebaliknya, jika menemukan kelembagaan yang sehat atau berkembang, akan dilanjutkan dengan proses pengalihan menjadi BumdesMa.
Dan perlu diketahui apa yang hendak dilakuan ini, bukanlah upaya untuk mengambil uang yang telah diserahkan oleh pemerintah kepada masyarakat. Melainkan bentuk tanggung jawab pemerintah untuk membina serta mengembangkan program-program yang sudah dilakukan oleh pemerintah. Tidak ada penarikan uang atau aset ke rekening, baik desa, daerah dan ke rekening pemerintah. Tapi ini adalah sebuah pembinaan untuk memastikan bahwa, aset milik masyarakat itu bisa dilestarikan dan dikelola secara berkelanjutan.
Mulyadi Putra, S.Sy Mahasiswa PascaSarjana ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Adalah Pendamping Desa Kec. Mapat Tunggul Selatan, Kab. Pasaman-Sumbar