TV Desa – Serdang Bedagai : Suasana kantor desa Lidah Tanah di kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai, Sumatra Utara, dari serius, tiba-tiba berubah melankolis.
“Mungkin Musrembang hari ini, adalah terakhir di masa jabatan saya sebagai kades Lidah Tanah,” tukas Usman SH, Kepala Desa Lidah Tanah, saat memberikan sambutan pengantar dalam Musrembang desa Lidah Tanah, Selasa(5/10).
Dalam sambutannya, jelang pergantian kepemimpinan, Usman berharap kepada seluruh masyarakat desa Lidah Tanah, untuk selalu menciptakan suasana kondusif, aman dan nyaman dan harus jeli memilih dan menentukan sikap kepemimpinan di desa Lidah tanah di masa yang akan datang,agar desa ini lebih maju dan berkembang lagi.
Sementara itu, terkait Musrenbang, Usman mengatakan, ikut mencermati program-program yang ada RPJMDes dan telah melalui prosedur sebagaimana yang telah ditetapkan. Sampai akhirnya disepakati program-program apa saja yang akan masuk ke dalam RKPDes Tahun Anggaran 2021.
“Program-program yang tertunda, yang tidak dapat dilaksanakan pada tahun anggaran 2020 karena adanya wabah Covid-19 akan menjadi prioritas dalam RKPDes Tahun 2022. Begitu juga program-program yang sifatnya reguler otomatis masuk dalam RKPDes,” pesan Usman.
Selain menentukan prioritas yang masuk dalam RKPDes Tahun 2022, Musrenbang Desa Lidah tanah, juga menyepakati program-program tahun anggaran yang akan diajukan ke tingkat kabupaten. Program atau usulan yang diajukan ke tingkat kabupaten ini lebih dikenal dengan istilah Daftar Usulan Rencana Kegiatan ( DURK ). Program yang diusulkan adalah program-program yang tidak dapat didanai oleh APBDes karena bukan menjadi kewenangan desa melainkan kewenangan kabupaten.
Musrenbang Desa Lidah Tanah dihadiri oleh ketua BPD, Juli Anwar beserta unsur BPD, lembaga desa, Tenaga Ahli Kabupaten Sergai, Muliyadi Siagian, PDP/PDTI kecamatan Perbaungan Ahmad Jaiz, Hafiz Nasution, Plt Kasi PMD Muttaqin Syahputra SAP, Bhabinkantibmas Ipda D Hasibuan, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan unsur perwakilan perempuan.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.