TV Desa – Bantul : Langkah taktis dilakukan Pemerintah Kalurahan Gilangharjo, Pandak, Bantul, untuk lebih mengenalkan potensi desa wisata Gilangharjo, dengan menunjuk Grup Band Ndar Boy Genk ditunjuk sebagai duta wisata.
“Bantul bisa dikenalkan lewat lagu Klodran Dadi Kenangan, desa wisata Gilangharjo pun bisa dikenalkan oleh Ndar Boy Genk keseluruh penjuru tanah air,” harap Pardiyono, Lurah Gilangharjo, pada Pengukuhan Pengurus Pokdarwis Gilang Wicitra Desa Wisata Gilangharjo, Minggu malam (24/10/2021).
Penunjukan Ndar Boy Genk sebagai duta desa wisata Gilangharjo tidak lepas dari karir sukses grup band ini. Mereka banyak memiliki penggemar dari segala lapisan usia. Beberapa karyanya seperti lagu Balungan Kere hingga Klodran Dadi Kenangan yang mengangkat nama Kabupaten Bantul ditingkat nasional.
“Saya ingin membuka wadah kreatif untuk menyalurkan bakat yang ada di Gilangharjo. Selama ini banyak dari luar kota yang datang ke Mabes Bangker di Daleman,” kata Helarius Daru Indrajaya, vokalis Ndar Boy Genk, yang hadir di Gilangharjo.
Ada beberapa potensi yang bisa dikembangkan dari Desa Wisata Gilangharjo. Mulai dari situs watu atau Selo Gilang UMKM Batik hingga kerajinan pande besi. Potensi ini memiliki nilai tersendiri yang harus diangkat.
“Potensi ini cukup bagus, kalau tidak dipromosikan akan mlempem (tidak berkembang). Saat ini banyak anak muda kreatif memanfaatkan media sosial untuk promosi. Pemerintah desa bisa memfasilitasi para pegiat seni untuk mengangkat potensi yang ada untuk dipromosikan,” kata Helarius, yang populer dengan lagu Mendhung tanpo Udan itu.
Sebagai warga asli Gilangharjo, personel Ndar Boy Genk, ingin memajukan desa tempat kelahirannya dan juga turut sebagai pengungkit peningkatan kesejahteraan warga di Gilangharjo.
Sementara itu, Ketua Pokdarwis Gilang Wicitra Desa Wisata Gilangharjo, Muhammad Gema Ramadhan mengatakan, destinasi wisata andalan Desa Gilangharjo, selain Selo Watu Gilang, juga ada destinasi ikan hias, gerobak sapi, lumbung kampung mataraman dan seni budaya mulai dari kerajinan topeng, gemelan dan membatik.
“Ada sembilan paket wisata yang disiapkan dengan tarif Rp150 perorang,” tutup Muhammad Gema Ramadhan.

Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.