TV Desa – Malang : Gelar acara Ngopi Bareng pada setiap Dusun yang di fasilitasi oleh Pemuda dan Pemudi Desa yang terlibat sebagai Tim Penyusun RKP Desa, dilaksanakan di Dusun Putukrejo Desa Simojayan Kecamatan Ampelgading, Senin 27/9/2021.
“Kegiatan ini kita lakukan agar Aspirasi untuk perencanaan pembangunan dan pemberdayaan Desa di tahun 2022 berbasis kebutuhan masyarakat bukan lagi kepentingan”, ujar Cak Holili, Kepala Desa Simojayan.
Giat ngopi Bareng tersebut dihadiri oleh warga dusun dari semua lapisan masyarakat dan perwakilan dari unsur perempuan hingga kalangan menengah ke bawah. Hal tersebut, seperti dilansir dari malangsatu, merupakan upaya desa Simojayan mewujudkan Desa Inklusif dalam perencanaan pembangunan, sehingga Ngopi Bareng dijadikan sebagai media menjaring aspirasi warga.
Dalam kesempatan tersebut, Cak Holili (Kades) menyampaikan bahwa dengan digelarnya acara ngopi bareng ini, warga Simojayan mempunyai hak yang sama dan dengan mudah menyampaikan usulanya.
“Setelah usulan tersusun semua akan kita nilai dengan rumusan skala prioritas, program atau kegiatan yang berdampak bagi pertumbuhan ekonomi Masayarakat di Desa yang akan kita anggarkan di tahun 2022”, terangnya.
Sementara itu, Edi Eni W sebagai Pendamping Lokal Desa ( PLD ) Desa Simojayan mengatakan bahwa siklus pembangunan Desa yang pada bulan ini September 2021, waktunya Desa melakukan proses penyusunan RKP Desa.
“Salah satunya Desa Simojayan kita dorong agar lebih Inklusif, kita kemas dengan acara Ngopi Bareng melalui undangan terbuka bagi warga serta mengikutsertakan seluruh kalangan dengan posisi yang sama sebagai warga Desa dalam menyampaikan usulan dan masukan, sehingga dokumen RKP Desa menjadi berkualitas”, jelasnya.
Dia berharap dengan adanya kegiatan ngopi bareng ini, perencanaan dan pembangunan di Desa Simojayan akan semakin transparan dan lebih baik lagi.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.