TV Desa – Lamongan : Potensi wisata Alun-alun Desa Sugio yang meredup, memaksa Pemerintah Desa (Pemdes) Sugio, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, untuk putar otak, guna menggeliatkan kembali roda perekonomian desa.
“Biang lala atau yang disebut pasar malam harus segara di datangkan karena wisata terintegrasi Alun – alun Desa Sugio saat itu sedang mengalami sepi pengunjung semenjak pandemi Covid-19,” ujar kepala Desa Sugio H. Abdul Rochim SPd, Selasa (5/10/2021).
Abdul Rochim pun berkisah, bahwa sebelum ada pasar malam, pedagang kopi mengalami sepi pembeli, dan hanya mendapatkan Rp 20 ribu/hari. Namun semenjak ada kegiatan pasar malam, penghasilan terdongkrak luar biasa, yakni sampai Rp 900 ribu perhari.
“Alhamdulillah dengan adanya biang lala saat ini, bisa menarik minat para wisatawan untuk berkunjung ke wisata terintegrasi Desa Sugio dan bisa meningkatkan pendapatan para pedagang di wisata Alun – alun Desa Sugio,” ucap Abdul Rochim.
Dalam kegiatan peningkatan perekonomian desa, Abdul Rochim berharap perekonomian Desa Sugio bisa kembali pulih dan tidak ada oknum atau pemangku kebijakan Kecamatan Sugio yang menghalangi perjuangannya. Abdul Rochim juga mengatakan, dengan adanya wisata terintegrasi ini pihaknya memiliki target bisa menambah PAD.
“Saya memiliki target kedepannya pada Tahun 2022 PAD Desa Sugio bisa bertambah Rp 300 juta dari hasil pendapatan wisata terintegrasi Alun – alun Desa Sugio ini,” harap Abdul Rochim.
Abdul Rochim juga mengatakan bahwa pergerakan perekonomian masyarakat sekitar juga sudah mulai menggeliat, dan semoga pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar lebih meningkat lagi.
“Semoga di desa – desa atau kecamatan yang lainnya mempunyai kreatifitas dan bisa mencontoh seperti Alun – Alun Kecamatan Sugio ini,” tutup Abdul.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Lamongan, Siti Rubikah mengatakan, setelah lama PPKM di berlakukan, wisata terintegrasi Alun – alun Desa Sugio sudah cukup lengkap memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat.
“Tak hanya pedagang, para pemuda Desa Sugio yang terkena PHK, kini bisa bekerja kembali dengan menjadi juru parkir di tempat wisata Alun – alun,” tutur Siti Rubikah.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.