TVDesa – Malang : Desa Banjarsari, yang terletak di kecamatan Ngajum, Malang, telah lama terkenal akan kelezatan tape (singkong atau beras ketan yang difermentasi). Di jantung tradisi ini adalah Pak Kasrodin, produsen tape yang paling terkenal di desa ini.
“Semua berawal dari kebutuhan,” kata Pak Kasrodin, mengenang perjalanannya selama 12 tahun sebagai pembuat tape. “Dengan terbatasnya lapangan pekerjaan, saya melihat peluang untuk memanfaatkan tradisi pembuatan kaset di desa kami yang kaya.”
Saat ini, Pak Kasrodin membawahi enam orang karyawan yang membuat tape dalam berbagai bentuk: dibungkus dalam keranjang bambu, kotak, atau dikemas dalam wadah plastik. Produknya didistribusikan melalui jaringan vendor lokal, penjualan dari rumah ke rumah, dan platform online.
Meski sukses, Pak Kasrodin menghadapi banyak tantangan. Mencari singkong berkualitas tinggi, menghadapi fluktuasi musim, dan memperluas jangkauan pasarnya merupakan rintangan yang selalu ada. “Selama musim hujan, sulit untuk menemukan singkong yang baik,” jelasnya. “Dan sebagai produsen skala kecil, menembus pasar nasional cukup menantang.”
Terlepas dari kendala-kendala tersebut, Pak Kasrodin tetap optimis. “Saya percaya pada potensi tape desa kami. Ini adalah produk dengan rasa dan tekstur yang unik yang disukai banyak orang.”
Seni Pembuatan Tape
Proses pembuatan tape adalah sebuah kerja keras. Setelah dipanen, singkong dikupas, dipotong, dan dikukus hingga empuk. Kemudian didinginkan dan dicampur dengan kultur starter sebelum dibiarkan berfermentasi selama beberapa hari. Tape yang dihasilkan lembut, sedikit manis, dan memiliki rasa tajam yang khas.
Pak Kasrodin menekankan pentingnya kontrol kualitas. “Setiap langkah, mulai dari pemilihan singkong hingga pengemasan produk jadi, harus dilakukan dengan hati-hati. Bahkan kesalahan kecil pun dapat mempengaruhi rasa akhir.”
Mata Pencaharian yang Berkelanjutan
Bagi Pak Kasrodin, membuat tape lebih dari sekadar bisnis; ini adalah gaya hidup. Dengan melestarikan warisan kuliner desanya, ia juga menyediakan mata pencaharian yang berkelanjutan bagi keluarga dan karyawannya.
Seiring dengan meningkatnya permintaan akan makanan tradisional Indonesia, Pak Kasrodin dan produsen skala kecil lainnya seperti dia, memainkan peran penting dalam melestarikan keragaman kuliner Indonesia yang kaya. Dengan dedikasi dan semangat kewirausahaan yang tak tergoyahkan, Pak Kasrodin adalah contoh cemerlang bagaimana keahlian tradisional dapat berkembang di dunia modern.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.