TVDesa – Muaro Jambi : Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik dan percepatan pembangunan desa, Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi menggelar Pelatihan Peningkatan Kapasitas Perangkat Desa se-Kecamatan Sekernan, 17 September 2024. Kegiatan yang berlangsung di Grand Hotel Jambi, Gedung Bulian ini diikuti oleh 26 kepala desa dari 15 desa di kecamatan tersebut.
Pelatihan yang dibuka langsung oleh Penjabat (Pj) Bupati Muaro Jambi, Drs. Raden Najmi, bertujuan untuk membekali perangkat desa dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam menjalankan tugasnya. “Pelatihan ini merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan sumber daya manusia aparatur desa. Harapannya, perangkat desa dapat memahami tugas dan fungsinya dengan baik, sehingga mampu memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat,” ujar Pj Bupati dalam sambutannya.
Mashur, Ketua PKAD, melaporkan bahwa antusiasme para kepala desa dalam mengikuti pelatihan ini sangat tinggi. Meskipun tidak semua desa dapat mengirimkan perwakilannya, namun peserta yang hadir sangat aktif dalam mengikuti setiap sesi pelatihan.
Camat Sekernan, Ikbal, juga menyampaikan apresiasinya atas terselenggaranya kegiatan ini. Menurutnya, pelatihan semacam ini sangat penting untuk meningkatkan kompetensi perangkat desa dalam memahami tugas pokok dan fungsinya.
Fokus pada Pembangunan Desa
Pj Bupati Muaro Jambi menekankan pentingnya peran kepala desa sebagai ujung tombak pembangunan desa. “Kepala desa adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat dan daerah di tingkat desa. Oleh karena itu, kepala desa harus mampu mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dan mencari solusi yang tepat,” tegasnya.
Selain itu, Pj Bupati juga menyampaikan kabar baik bagi seluruh desa di Kecamatan Sekernan. Beliau mengumumkan akan menambah anggaran desa sebesar Rp40.000.000,- untuk setiap desa. Penambahan anggaran ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.