Candra Fianda – Natuna: Pencalonan Kepala Desa Untuk Natuna
Kurang terbukanya Informasi terkait Desa membuat kekeliruan dan Ketidak tahuan kondisi yang sebenarnya di Desa, atau bahkan membuat banyak orang mengira-ngira dan membayangkan betapa besarnya kuasa dan pesona seorang Kepala Desa sebagai pemimpin tertinggi di Desanya, ditambah lagi dengan hitungan besaran anggaran Dana Desa yang digelontorkan Pemerintah pusat dan Daerah ke Desa setiap tahunya, tidak jarang menyilaukan pandangan terhadap jabatan Kepala Desa tanpa mengetahui kondisi sesungguhnya. Pandangan dari tulisan ini bertujuan untuk mengadvokasi Masyarakat yang memiliki minat menjadi kandidat kepala Desa, dan warga yang terpanggil hatinya untuk mewujudkan demokrasi bersih dalam pembangunan Desa secara berkelanjutan melalui momen pemilihan Kepala Desa serentak yang sudah tidak lama lagi.
Menurut undang-undang No 6 tahun 2014 tentang Desa, Bab I pasal 1 Ayat 1,2,3 mendefenisikan : Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan Masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan, kepentingan Masyarakat setempat berdasarkan prakarsa Masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan dan kepentingan Masyarakat setempat dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Selanjutnya Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Natuna No 8 tahun 2020 tentang Pelaksanaan dan Pemilihan Kepala Desa Serentak dan Antar waktu, Bab I pasal 1 Ayat 8,9,10 mendefenisikan : Pemilihan Kepala Desa adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Desa dalam rangka memilih Kepala Desa yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Kepala Desa adalah Pejabat Pemerintah Desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga Desanya dan melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah; Panitia pemilihan Kepala Desa tingkat Desa yang selanjutnya disebut Panitia Pemilihan adalah Panitia yang dibentuk oleh BPD untuk menyelenggarakan proses Pemilihan Kepala Desa;
Jabatan Kepala Desa memang menggiurkan banyak orang, tetapi tidak sedikit juga Warga yang diangap mampu dan potensial namun menghindar dan menolak menjadi kandidat Kepala Desa, dengan berbagai alasan mulai dari tidak mau mengelurkan modal ditengah tradisi buruk pemilih hingga khawatir susah menjalankan tanggungjawab dan urusan Pemerintahan dan pelayan Desa yang tidak dibarengi penghasilan yang seimbang.
Pemilihan Kepala Desa (PILKADES) adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Desa dalam rangka memilih Kepala Desanya sendiri secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Melalui forum musyawarah mufakat yang diselenggarakan dengan voting forum / pemilihan dengan memberikan suara kepada kandidat yang diyakininya melalui surat suara. Namun nyatanya, pelaksanan pemilihan sering terciderai dengan adanya politik uang yang jika tidak diikuti mengkhawatirkan tim pemenangan dan kandidat calon Kepala Desa dengan kekalahan/tidak terpilih, tidak jelas kapan dan dimana awal muasal stigma tersebut mula muncul dan menjadi kebiasaan yang tentu menciderai demokrasi dan merugikan Warga itu sendiri.
Pemilihan Kepala Desa tahun ini dilakukan serentak di 37 Desa di 14 Kecematan se-Kabupaten Natuna, setelah lama menunggu, kekosongan jabatan Kepala Desa dibeberapa Desa yang diisi sementara oleh Penjabat Kepala Desa (PJ Kades) , mulai dari 6 bulan jabatan hingga ada yang sudah 26 bulan , semenjak pandemi covid 19 melanda hingga Juni tahun 2022 menyebabkan terjadinya penundaan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa yang direncanakan serentak, hingga terjadi penumpukan kekosongan jabatan Kepala Desa yang sudah sekian lama / lebih dari dua tahun, hal tersebut juga membuat pihak Kecamatan kewalahan mencari kandidat PNS yang dianggap bisa mampu dan mau ditunjuk sebagai penjabat Kepala Desa sementara di wilayah Desanya, karena mencari dan menyeleksi hingga menugaskan PNS sebagai Kepala Desa bukanlah hal mudah, tak jarang para PNS kandidat Calon Penjabat Kepala Desa tersebut memiliki latar belakang dan pengetahuan yang sangat berbeda dengan pola Pemerintahan Kepala Desa. selain sebagai pusat pengambil kebijakan Pemerintahan, sebagai penguasa anggaran yang juga tidak mudah menata kelolaanya, juga sebagai Kepala segala urusan ditengah Masyarakat yang diampunya.
Kepala Desa yang terpilih diharapkan berjiwa kepemimpinan, mengerti sistem Pemerintahan dan pola nya, mengetahui regulasi tentang Desa, mampu berdiri ditengah ragam Masyarakat dengan kultur dan budaya berbeda, mengerti tipologi Desa, mampu menghadapi masalah dan penyelesaianya, memiliki integritas agar dihargai dan disegani namun berhati lembut untuk siap sedia melayani mengayomi Masyarakat, dan mampu menjalin komunikasi dan menciptakan kondisi kerja yang kondusif dengan berbagai instansi, mampu mengontrol dan mengevaluasi kinerja bawahan dan mampu berpikir kritis, inovatif dan adaptif di semua lini per-Desaan, dan banyak lagi jika dijabarkan secara spesifik.
Maka perlu identifikasi spesifik dan menyeluruh untuk dapat menemukanya, karena jika salah-salah memilih akan berdampak terhadap kinerja Pemerintah Desa, dan Masyarakat Desanya, tentu tidak ada pribadi yang sempurna yang mampu melengkapi semua tuntutan tersebut, namun yang mendekati ciri seperti yang disebutkan masih ada walau terbilang sedikit dan langka, namun bila dilakukan persiapan dan pembinaan dan pembimbingan juga pendampingan sebelum ditugaskan niscaya akan mampu memberikan gambaran dan pemahaman tentang penjabat Kepala Desa tersebut, dan semoga seiring waktu dan kesempatan yang ada para Penjabat Kepala Desa dapat beradaptasi dengan baik dan melaksanakan tuntutan kriteria tersebut. Namun ada hal hal dasar yang memang harus dimiliki seperti pemahaman terhadap regulasi tentang Desa, pengelolaan dana Desa, system penatakelolaan keuangan dan kegiatan hingga laporan dll, tidak jarang disitulah celah masalah datang, Selain kemampuan personal dalam melakukan pendekatan emosional agar dipercaya serta dicintai oleh Warganya.
Sudah ada beberapa contohnya, masa transisi penjabat Kepala Desa sementara tersebut rawan terjadi perkara yang serius, terutama dibidang penyalahgunaan kekuasaan keuangan yang berakibat penyelewengan wewenang dan berakhir dengan pengembalian anggarn dan tindakan hukum, belum tentu pelakunya adalah penjabat Kepala Desa tersebut, bisa saja stafnya dan pihak lainya, namun karena kekurangan persiapan dan pembekalan pengetahuan dan pemahaman, penjabat Kepala Desa kena batunya dan harus mempertanggungjawabkan jabatan yang diamanahkan sesuai kewenangan jabatan yang dimilikinya kepada Masyarakat, Pemerintah dan hukum.
Hal-hal tersebut tentu membuat gerah banyak pihak dan berharap pelengseranya. pergantian penjabat pun bisa saja menambah beban masalah dan persoalan, namun hal tersebut harus dilakukan sebagai langkah yang mampu menimbulkan semangat dan harapan yang baru, ternyata ada juga sosok Kepala Desa maupun penjabat Kepala Desa yang sudah terbukti mampu menjawab kerinduan harapan Warganya sehingga dia dicintai oleh Warga yang dipimpinya. Hal tersebut memotivasi Warga hingga kandidat calon Kepala Desa yang akan berlaga sudah tak sabaran menyambut momen pemilihan Kepala Desa tiba.
Pemilihan Kepala Desa tauhun ini akan dilaksanakan serenak berdasarkan Perda Kab. Natuna no 8 tahun 2020. Namun penulis menemukan kekawatiran yang pelru diantisipasi yakni soal pemilih pada Pasal 10 ayat 2. d. yang menyatakan, pemilih berdomisili di Desa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum disahkannya daftar pemilih sementara yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan penduduk. Dikutip dari laman resmi Badan Pusat Statistik (BPS), domisili adalah alamat tinggal sekarang. Masih menurut BPS, domisili bisa juga berarti alamat di mana seseorang biasa bertempat tinggal. Merujuk pada KBBI mendefinisikan alamat domisili adalah tempat kediaman yang sah dari seseorang. domisili bisa dibilang merupakan tempat tinggal resmi seseorang. Hal tersebut masih menimbulkan keraguan akan dasar keterangan mana yang dimaksudkan oleh Perda no 8 tahun 2020 tersebut untuk dipakai sebagai landasan oleh panita pemilihan Kepala Desa .
Ditengah pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa serentak tersebut, ketentuan Domisili tersebut masih belum jelas, misalnya bagaimana cara membuktikan bahwa pemilih sudah berdomisili selama enam bulan? dasar penetapan tersebut dapat diukur dari mana? Dari mana parameter panitia bisa menetapkanya? jika pemilihan dilakukan tidak dengan serentak, mungkin hal ini tidak menjadi masalah serius, tetapi karena dilakukan serentak maka perlu pengaturan yang lebih rinci. Contohnya diketahui warga Desa diperbatsan yang bersebelahn dengan Desa tetangga ada yang memiliki rumah lebih dari satu di keduanya, ada penduduk yang tinggal berpindah pindah, ada perantau dan pengunjung di Desa yang sering tinggal dan berangkat dari dan ke Desa dan antar Desa lainya secara rutin atau pekerja musiman yang bisa berbulan bulan tinggal di Desa namun sementara, hal tersebut bisa saja menimbulkan kebingungan panitia dalam menetapkan pemilih tetapnya, dan tentu hal tersebut dapat dipelintir dan dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memanipulasi persoalan domisli demi keuntungan individu maupun kelompoknya.
Maka perlu dilakukan perubahan syarat pemilih yang berhak memilih, yakni cukup menyiaratkan agar pemilih adalah Warga Desa dibuktikan dengan alamat yang tertera di KTP dalam wilayah Desa yang melaksanakan pemilihan Kepala Desa. Jika ada Warga berdomisili namun tidak berKTP sesuai alamat Desa yang memiliki kepentingan hak suara dalam pemilihan maka dipersilahkan untuk dapat mengubah alamat di KTP nya hingga batas waktu pemilihan yang dijadwalkan sesuai ketentuan peraturan perundangan. perubahan ini penting dilakukan dikarenakan akan membuat terang benderang berbagai pihak, baik penyelenggara, pengawas , kandidat calon bahkan pemilih itu sendiri.
Penulis menyarankan sebuah pengaturan spesifik di Peraturan Daerah tentang para pemilik hak pilih Kepala Desa, sebaiknya pemilih yang berhak adalah pemilih yang beralamat yang tertera di KTP Desa tersebut saja, ini sangat jelas dan sangat memudahkan panitia dalam mengidentifikasinya dan dapat meminimalkan persolan kedepan, sehingga terwujudnya satu KTP untuk sekali Memilih di satu Desa.
Menyoal transaksi jual beli suara, sudah sepantasnya tidak perlu dilakukan lagi. Melakukan transaksi suara tersebut mengakibatkan kandidat terpaksa mengelurkan modal besar demi mendapatkan partisipan pemilih, tidaklah relevan dan sangat tidak relevan dikontestasi jabatan ini mengelurkan modal besar, untuk diketahui Alokasi dana Desa (ADD/transfer Apbd) ke rekening Kas Desa tahun ini berkisar -+ Rp 700.000.000,- setiap Desa dan hanya cukup untuk pembayaran Siltap tunjangan Kades dan BPD beserta perangkat dan insentif RT RW, tersisa sedikit lagi untuk Operasional Kantor Desa dan BPD, sedangkan Dana Desa (DD) hanya berkisar Rp. 600.000.000,- hingga Rp. 800.000.000,- / tahun setiap Desa dengan pengaturan dan regulasi yang ketat. Sedangkan pendapatan asli Desa dan bagi hasil juga belum tersedia, proyek dari luar Desa juga terjadi realokasi dan sudah memiliki target antrian panjang dan sangat tergantung dengan jejaring relasi yang kuat dan sejalan dengan program.
Namun jika dilihat dari penghasilan tetap / gaji ditambah tunjangan Kepala Desa memang lumayan menggiurkan, berkisar total Rp 4-6 juta / bulan, namun relevan kah dengan beban tanggung jawab sebagai pemimpin Pemerintahan di Masyarakat Desa? Maka selayaknya setiap kandidat agar dapat menghitung dan memantaskan pengeluaran ongkos politik pencalonan dengan pemasukan sebesar itu jika terpilih dan menang kelak.
Jika saya berpendapat berdasar realita yang ada, kontestasi Pemilihan Kepala Desa ini tidak perlu mengeluarkan modal besar, apalagi untuk transaksi suara, karena akan mubazir dan menyisakan utang atau setidaknya akan terjadi penjualan asset yang dimiliki untuk menutup modalnya walapun jika menang, apalagi bagi kandidat yang kalah. Menghabiskan materi yang sudah lama dikumpulkan dan disimpan untuk dihabiskan saat Pemilihan Kepala Desa saya rasa adalah pilihan yang sangat buruk, karena jika menangpun akan mengakibatkan ketidak nyamanan ekonomi kehidupan keluarga dan akan berefek mengorbankan ketenangan kedamaian pribadi dalam berkeluarga, berkerja dan ber-Masyarakat, alih alih membangun Desa dan berupaya berbuat banyak untuk menolong Warga, dan berencana akan ikut kontestasi Politik selanjutnya, hutang dan asset yang ada saja bisa tak tersisa dan menimbulkan kesulitan kehidupan yang percuma.
Berbeda jika terpilih menjabat sebagai Kepala Desa tanpa mengeluarkan modal untuk transaksi suara, dengan penghasilan dan tunjangan seadanya, itu juga sudah bisa dinikmati dan disyukuri, ditambah bila masih menguasai/memiliki sejumlah materi yang masih tersedia dan asset yang masih bisa berproduksi selama ini, niscaya hidup lebih tenang dan tanpa beban ekonomi yang berarti, dan semoga dapat menjalankan roda Pemerintahan yang sehat dan mampu membangun Desa dengan pikiran dan jiwa yang tenang demi mewujudkan kesejahteraan Warga yang merata, bahkan akan memiliki kesempatan untuk mengikuti kontestasi politik dilevel yang sama bahkan level diatasnya, sangat bisa.
Menurut saya, menang Pemilihan Kepala Desa dengan modal besar yang habis untuk bea transaksi suara, dengan dibanding kalah tanpa mengeluarkan modal yang berarti untuk bea transaksi suara, jauh lebih baik dan sangat nikmat serta mulia walau masih kalah dalam pemilihan, sukur sukur terjadi pemilihan Kepala Desa Pejabat antar waktu (PAW) kelak.
Semoga public figure sebagai Kepala Desa kelak terlahir dari proses demokrasi yang bersih untuk bisa berbuat banyak dikahalayak ramai dengan kerja dan pengabdian yang mendasarkan kepentingan umum dan berpihak kepada Warga yang dipimpinya. Sehingga memunculkan tokoh pemimpin pro demokrasi yang baik dan bersih untuk Masyarakat dan Daerahnya.
![Candra Fianda](https://tvdesanews.id/wp-content/uploads/2022/06/CANDRA-FIANDA--100x100.jpg)
suka belajar dan mengamati sesuatu, dan suka membagikanya dengan harapan dapat memberikan manfaat dan dampak kemudian hari