TV Desa – Sumatera Barat : Benarkah bermain layangan hanya sebatas candu dan olah raga, atau peurai penat dalam penyegaran mental dari rutinitas sehari-hari? Jauhnya mari kita lirik uraian di bawah ini.
Sejarah Layang-Layang
Staf Museum Layang-Layang Indonesia, Asep Irawan mengatakan, bahwa layang-layang paling kuno berasal dari Muna, Sulawesi Tenggara (bukan dari Cina! Jika berbicara populernya, memang dimulai dari sana. Yakni hampir 3.000 tahun lalu). Dahulu, untuk mencari Tuhan dengan menerbangkan layang-layang. Bukti ini masih bisa dilihat pada gambar yang ada dalam goa, menggunakan darah dan getah tanaman berwarna kecoklatan. Tepatnya di Goa Sugi Patani, Desa Liang Kabori, Pulau Muna, (Kompas.com 30/9/2020).
Layangan dibuat masyarakat di Pulau ini menggunakan bahan dasar alami, seperti daun Kolope (Gadung) yang dikeringkan, dan pada bagian ujung-ujungnya dipotong. Kemudian satu persatu disulam dengan menggunakan lidi yang terbuat dari bambu, dan talinya dari serat nanas hutan yang banyak ditemukan di pulau tersebut, (Menara62.com)
Manfaat Bermain Layangan
Selain di atas, bermain layangan juga melatih kesabaran. Tanpa itu, kita belum bisa dikategorikan sebagai ‘jokinya’. Lantaran di dalam proses bermainnya, kesabaran adalah kunci utama.
Kesabaran ini dimulai saat membuat layangan; memilih bambu, menimbang, mengukur, meraut dan memilih warna kertas serta memasang tali goci. Selanjutnya proses penerbangannya. Apakah sudah sesuai dengan keinginan atau belum? Jika ya, di sinilah letak kepuasannya. Jika tidak, kembalilah bersabar!
Terakhir, situasi ‘pelik’ akan kita hadapi apabila menerbangkan layangan di tempat umum. Misal, tali saling bersilang. Oleh karenanya tak jarang mengakibatkan satu di atara sekian tali layangan akan terputus.
Apabila penggal akhir berlaku, maka rasa kebersamaan dan suka duka akan tercipta/toleransi tanpa emosi. Sebaliknya jangan terjun ke gelanggang.
Nah, dalam konteks itulah kiranya Kemendesa PDTT menyelam sambil minum air (memperingati Hari Batik Nasional dengan Bermain Layangan) telah membuktikan, bahwa bermain layangan tidaklah semudah mata memandang. Buktinya TTP Indonesia, khususnya Pasaman telah melakoninya. Tepatnya setahun nan lalu.
Mulyadi Putra, S.Sy Mahasiswa PascaSarjana ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Adalah Pendamping Desa Kec. Mapat Tunggul Selatan, Kab. Pasaman-Sumbar