Syafridhani Smaradhana – Opini : Sejak 7 September 2021, Premium sudah tidak ditemukan lagi di semua SPBU di Kota Ambon, digantikan dengan Pertalite. Salah satu alasan ditariknya Premium, menurut klaim Pertamina adalah karena Pertalite lebih ramah lingkungan daripada Premium. Benarkah demikian?
Berikut bantahan sekaligus penjelasan Netty Siahaya, Sekretaris Pusat Studi Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Pattimura Ambon kepada TV Desa (20/09).
“Keliru jika Pertamina mengklaim bahwa Pertalite lebih ramah lingkungan dan jadi alasan ditariknya Premium. Pertalite itu jenis RON-90, yang tidak lebih baik daripada Premium yang RON-88, jadi harus ditarik juga, karena tidak memenuhi standar Euro 4,” Jelas Siahaya.
Siahaya memaparkan bahwa Pertalite nilai oktan hidrokarbon genuine-nya adalah 90, dan normal heptan-nya 10, yang berarti masih di bawah ambang batas aman bagi lingkungan. Emisi yang dihasilkan Pertalite masih besar. Sementara BBM yang aman bagi lingkungan sesuai standar Eropa adalah RON 92, jelasnya.
Kontribusi terbesar bagi pencemaran udara selama ini adalah dari emisi kendaraan bermotor. Dan itu bisa dikurangi jika BBM yang digunakan menghasilkan gas buangan yang ramah lingkungan. Pertalite masih menghasilkan emisi yang berbahaya bagi lingkungan.
“Selama Pertamina masih menjual Pertalite yang belum memenuhi syarat, Proyek Langit Biru hanya omong kosong belaka, karena sumber pencemaran terbesar, penyumbang emisi terbesar itu dari kendaraan bermotor,” Lanjutnya.
Menurut kandidat Guru Besar UNPATTI Ambon ini, sebagai konsekuensi dari pencemaran udara yang dihasilkan, Pertamina bisa melakukan subsidi silang dengan menanam pohon dari setiap BBM yang terjual. Hal ini demi bisa menjaga keseimbangan alam.
Selama ini Pertamina menurut Doktor Kimia lulusan Unhas Makassar ini hanya memberikan CSR-CSR jangka pendek. Dengan keuntungan yang besar sejauh ini, Pertamina harusnya merasa memiliki tanggungjawab, terutama terhadap lingkungan.
“Penanaman pohon dapat mengimbangi polusi udara akibat emisi kendaraan bermotor, dimana karbonmonoksida (CO) yang dilepas dapat diserap oleh tanaman. Tanaman juga dapat menghasilkan oksigen (O2) yang banyak, sehingga oksigen itu dapat diserap oleh manusia. Jadi fungsi keseimbangan itu harus jalan seperti itu,” pungkasnya.(*)
Activity:
•Reporter •Advocate (Kandidat Notaris PPAT) •Konsultan Pendidikan El-Hikam Consultant Center (Overseas Education Link – ECC Indonesia) •Lecturer
Experience:
•Reporter & News Anchor TVRI •Medical Reps. Eisai Indonesia •HRD Metro Selular Nusantara
***
“Hidup adalah petualangan yang berani atau tidak sama sekali.” – Helen Keller