MENJADI POHON YANG DITANAM OLEH TUHAN
oleh: Agus Sukoco
TV Desa – Purbalingga: Apabila engkau diremehkan, disakiti dan dikhianati sesungguhnya engkau sedang diberi peluang untuk besar. Engkau menjadi punya kesempatan untuk membuktikan bahwa pihak yang menyakitimu itu keliru. Begitulah hukum romantisme sejarah. Selalu harus ada protagonis- antagonis. Diputus cinta oleh pacar itu menyakitkan. Tapi kelak, jika nasibmu membaik dan hidupmu berhasil, mantan pacarmu itulah yang akan menjadi pihak paling menyesal diseluruh jagad.
Diperlukan sakit di masa lalu demi menyempurnakan kemenangan di masa depan, maka menjadi pihak yang terdzalimi itu lebih menguntungkan.
Di dalam kesakitan engkau menjadi berpeluang mendapat rejeki untuk mempraktekan kesabaran. Praktek kesabaran itu bukan musibah.
Kesabaran itu rejeki dan berkah karena dalam sabar itu manusia bersama Tuhan. Engkau menjadi seperti pohon yang menemukan lahan subur untuk tumbuh. Pohon yang ditanam oleh Tuhan. Kalau Tuhan berlaku sebagai penanamnya, maka Tuhan sendiri yang akan membuktikan jika engkau adalah pohon yang bisa berbuah lebat dan lezat.
Alam, dunia dan sejarah memang skenario Tuhan yang romantik dan melankolik. Kalau hari ini engkau adalah pihak yang sedang diputus cinta oleh pacar, maka pada saatnya, Tuhan akan menunjukan engkau sebagai “pohon” yang sudah berbuah kepada mantan pacarmu. Tuhan yang bersemangat memamerkan keadaan dirimu kepada pihak yang pernah menyakiti, merendahkan dan menghinamu. Engkau akan dijadikan fakta kebenaran, bahwa penghinamu itu keliru.
Sabahat Ali Bin Abi Thalib mengatakan, lebih baik jadi orang yang didzalimi dari pada yang mendzalimi. Maka ketika engkau diputus oleh pacar, engkau sedang diberi jalan pembuktian, bahwa pacarmu pada suatu ketika akan menyelasal.
Kalau semua orang menyenangimu dan mendukungmu, maka hidup akan biasa- biasa saja. Cerita kehidupan yang landai adalah ruang hampa yang tanpa pelajaran. Karena pelajaran hidup itu lahir dari sensasi ketika kita menerobos misteri, menyingkap rahasia kegelapan, dan indahnya menunggu semburat cahaya. Ibarat cerita film, harus ada klimak dan anti klimak.
Dalam sejarah, Nabi Musa memerlukan peran kedzaliman Fir’aun. Dan kemudian sejarah menjadi menarik karena ada Mukjizat laut terbelah, pasukan Fir’ aun yang tenggelam, dan Fir’ aun yang merintih- rintih dalam penyesalan.
Nabi Muhammad SAW pernah diusir dengan seribu penghinaan dari kampung halamannya di Mekah. Nabi lalu hijrah ke negeri orang. Di tempat yang baru itu -ibarat pohon- nabi tumbuh dengan gemilang. Delapan tahun kemudian nabi kembali ke kampung halaman dengan segala kemenangannya. Kepulangan yang romantik itu dikenal sebagai “Fathu Makkah”.
Sekarang kita tinggal memilih, jadi pohon yang ditanam oleh Tuhan, yakni dengan menjadi pihak yang sabar dalam menyikapi problem hidup ,atau menjadi pohon yang dibuang oleh Tuhan karena kita berputus asa dalam menghadapi masalah- masalah hidup.
Seandainya saat ini engkau dalam keadaan pedih, papah dan menderita, yakinilah bahwa itu hanya episode pembuka dari sejarahmu yang baik di masa depan. Bukan soal keyakinan tentang masa depan yang baik itu akan sampai atau tidak. Tapi hidup yang masih memegang harapan adalah hidup yang masih menarik untuk dijalani. Dan hidup yang terasa menarik itu, separuh dari keberhasilan masa depan sudah didapat.
*Agus Sukoco: adalah seorang budayawan asal Purbalingga, ia aktif dalam kegiatan komunitas budaya dan literasi. Ia juga anak ideologis dari Budayawan senior Emha Ainun Najib. Saat ini telah menulis 2 judul buku: Lahir Kembali dan Wasiat Ki Arsantaka
Suka baca , sastra dan berdesa
Berdesa sepenuh rasa dengan segala upaya untuk Indonesia bahagia