TVDesa – Jember : Siapa sangka, seorang petani tembakau sukses bisa menjadi kepala desa? H. Muhammad Solihin membuktikan bahwa kesuksesan di bidang pertanian bisa membawa perubahan positif bagi masyarakat.
Pria yang sudah puluhan tahun berkecimpung di dunia pertembakauan ini berhasil menjadikan Desa Wringintelu, Kecamatan Puger, Jember, sebagai salah satu sentra penghasil tembakau berkualitas. Dengan pengalamannya yang kaya, Solihin berbagi tips sukses bercocok tanam tembakau.
“Menanam tembakau itu tidak terlalu sulit, kok,” ujar Solihin saat ditemui di ladangnya. “Kuncinya adalah ketelatenan dan perawatan yang rutin.”
Proses Penanaman Hingga Panen
Menurut Solihin, proses budidaya tembakau relatif sederhana. Setelah bibit ditanam, tanaman hanya perlu disiram setiap hari dan diberi pupuk secara berkala. Proses panen pun tidak terlalu rumit. Daun tembakau yang sudah matang dipetik, diikat, dan kemudian dijemur hingga kering.
“Yang unik dari tembakau di sini adalah proses pengeringannya,” tambah Solihin. “Kami mengeringkan tembakau selama dua hari hingga warnanya berubah menjadi cokelat keemasan. Setelah itu, tembakau siap dijual.”
Harga Jual Menjanjikan
Harga tembakau di Desa Wringintelu terbilang stabil dan cukup menguntungkan. Saat ini, harga tembakau kering mencapai Rp 100.000 per kilogram. Hal ini tentu saja sangat menggembirakan bagi para petani.
Inspirasi bagi Petani Lain
Keberhasilan Solihin menjadi petani tembakau sukses menjadi inspirasi bagi petani lain di Desa Wringintelu maupun di daerah lain. Solihin berharap, semakin banyak petani yang tertarik untuk mengembangkan potensi pertanian, khususnya tembakau.
“Saya ingin mengajak para petani untuk terus semangat dan tidak mudah menyerah,” kata Solihin. “Dengan kerja keras dan inovasi, kita bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sektor pertanian.”
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.