TV Desa – Mandailing Natal : Aula Madrasah Desa Purbalamo, Kecamatan Lembah Sorik Merapi, Jumat (1/10/2021) lalu, nampak semarak, saat menyambut kedatangan TP-PKK Kabupaten Madina ke desanya.
“Kami bersyukur karena desa kami menjadi salah satu calon desa binaan untuk tahun depan. Semoga desa kami terpilih menjadi salah satu desa binaan tahun 2022 nanti,” ujar Pawis Nasution, Kepala Desa Purbalamo.
Hari itu, rombongan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kabupaten Mandailing Natal (Madina) bersama Ketuanya, Hj. Eli Mahrani Ja’far Sukhairi Nasution, memang sedang meninjau Desa Purbalamo, salah satu calon desa binaan untuk tahun 2022.
Dalam sambutannya, Ketua TP-PKK Madina Ny. Hj. Eli Mahrani Ja’far Sukhairi Nasution berharap, sebagaimana dikutip dari SmartmadinaFM, kunjungan penilaian tersebut sekaligus menjadi momen pembinaan untuk peningkatan PKK desa dalam perannya membantu pemerintah desa dan secara bersama memberdayakan potensi keluarga dan masyarakat dalam membangun desa.
Selain itu, Eli juga menjelaskan sepuluh kriteria yang harus dipenuhi untuk terpilih menjadi desa binaan pada tahun 2022, sesuai dengan hasil Rapat Kerja Nasional PKK ke-8 pada 2015 yang lalu.
Sepuluh kriteria tersebut di antaranya, tertib administrasi PKK, pola asuh anak dan remaja (PAAR), usaha peningkatan pendapatan keluarga (UP2K) PPK, pemanfaatan halaman pekarangan rumah (Hatinya) PKK, IVA test yang diperlombakan dalam rangka kesatuan gerak PKK-KB Kesehatan dengan Posyandu, lingkungan bersih dan sehat (LBS), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), Kesatuan Gerak PKK-KB dan kesehatan dan lomba program terpadu peningkatan peranan wanita menuju keluarga sehat dan sejahtera.
“OPD terkait diharapkan menyampaikan penilaian teknis sesuai tugas pokok dan fungsinya, karena dalam pembinaan nantinya dukungan setiap OPD terkait sangat dibutuhkan dalam perlombaan ini,” kata Eli.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.