TV Desa – Tidore : Gedung Serbaguna Desa Balbar, Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan, Kamis (30/9/2021), menjadi saksi, ungkapan semangat Masyarakat Desa Balbar untuk mewujudkan impian bersama.
“Insya Allah Desa Balbar kedepan menjadi Desa Mandiri, yang mampu meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Desa Balbar,” ungkap Amir Abdullah, Kepala Desa Balbar, dalam Peringatan Hari Ulang Tahun ke-14 Desa Balbar tersebut.
Dihadiri oleh pimpinan OPD Kota Tidore Kepulauan, kepala desa se-Kecamatan Oba Utara, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat, peringatan 14 tahun Desa balbar yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2007 menjadi Desa Defenitif, dengan tema “Bersama Masyarakat Kita Wujudkan Desa Balbar yang Tangguh dan Mandiri”. Peringatan tersebut juga dirangkaikan dengan peresmian tribun utama Lapangan Sepakbola dan peletakan batu pertama Madrasah Tsanawiah Al-Ashfiyah Desa Balbar.
Wakil wali kota Tidore Kepulauan Muhammad Sinen yang turut menghadiri acara tersebut, memberikan apresiasi kepada Desa Balbar, yang telah menunjukkan perubahan dari tahun ke tahun, yang terselenggara berkat kerjasama yang baik antara Pemerintah, bersama Tokoh Agama, Tokoh Adat, Toko Masyarakat, Toko Perempuan, Toko Pemuda, dan seluruh warga masyarakat Desa Balbar.
“Tetaplah bersyukur atas apa yang kita peroleh hari ini, tetaplah menjadi Desa Balbar yang mampu memberikan contoh positif dimana masyarakat Balbar telah menunjukkan kedewasaan berfikir untuk kemajuan Desa,” tutur Muhammad Sinen.
Muhammad Sinen dalam sambutannya menyampaikan Apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Kepala Desa dan Masyarakat Desa Balbar yang telah menunjukkan rasa kebersamaan dan kerjasama yang tinggi kepada Kota Tidore Kepulauan dan Provinsi Maluku Utara.
“Hari ini Desa Balbar kembali menunjukkan prestasinya dengan tersedianya sarana Tribun Utama Lapangan Sepakbola, sekaligus perkembangan dari Segi Pendidikan dimana Mts. Al-Ashfiyah akan dibangun di Desa Balbar ini,” tutur Muhammad Sinen.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.