TV Desa – Magelang : Kebutuhan dapur rumah tangga Nasi’atul Fitrah (53), warga Dusun Sindon, Desa Sambak, selama enam bulan terakhir, sudah semakin ringan.
“Sudah setengah tahun ini (pakai biogas). Ya lebih ringan (biayanya) dari gas biasa. Sebelumnya kita habis 6-7 tabung sebulan, kalau ditotal bisa sekitar Rp 120.000. Sekarang hanya Rp 15.000 sebulan,” ungkap Nasi’atul kepada wartawan, Jumat (29/10/2021).
Ada sekitar 65 Kepala Keluarga (KK) di desa tersebut yang sudah beralih ke biogas untuk keperluan memasak sehari-hari. Menurut pemaparan Nasi’atul, penggunaan biogas tidak hanya lebih ekonomis tapi juga ramah lingkungan dan aman. Api yang hasilkan juga stabil, nyaris sama dengan api yang dihasilkan dari elpiji.
Kepala Desa Sambak, Dahlan (55) menjelaskan, inovasi energi ini berawal dari keprihatinan melihat limbah cair yang dihasilkan 14 pabrik-pabrik tahu di desa berudara sejuk di kaki Gunung Sumbing itu. Limbah itu dibuang begitu saja sehingga mencemari sungai, merusak tanah, tanaman, bahkan tidak sedikit hewan peliharaan yang mati akibat minum air atau makan tumbuhan yang tercemar limbah.
“Kami merasa, tergugah untuk ikut menjaga kelestarian alam. Dengan limbah yang tidak dikelola ini jelas akan mencemari lingkungan, merusak tanah, hewan-hewan peliharaan pada mati, tanaman juga tidak bisa keluar dengan maksimal. Dengan dikelolanya limbah menjadi biogas ini, air keluar sudah netral,” ungkap Dahlan, pria asal Temanggung, Jawa Tengah, itu.
Inisiasi tersebut, kisah Dahlan, dimulai tahun 2014 saat pemdes mengajukan proposal pengadaan Digester (unit pengolah biogas) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) secara komunal ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Tengah. Setelah terealisasi pada 2015, digester langsung berfungsi mengolah limbah menjadi biogas dan mampu melayani 17 KK. Sedangkan, IPAL digunakan untuk mengelola limbah cair pabrik tahu menjadi netral sehingga aman ketika dibuang ke lingkungan.
Tahun berikutnya, lanjut Dahlan, pengadaan digester ditambah menggunakan anggaran Pemerintah Desa Sambak dan Pemerintah Kabupaten Magelang. Sampai saat ini ada 5 unit digester yang tersebar di Dusun Sindon (3 unit), Dusun Miriombo dan Balai Desa Sambak masing-masing 1 unit. Sedangkan IPAL sudah dimiliki 3 unit.
“Warga yang tinggal di sekitar digester sampai radius 350 meter sudah bisa pakai biogas yang dihasilkan oleh digester itu, disalurkan pakai pipa paralon, kemudian disambungkan ke kompor. Relatif lebih murah dan aman,” terang Dahlan.
Penggunaan biogas ini kemudian dikelola secara swadaya dalam satu kepengurusan. Iuran yang dihimpun dari pengguna dipakai untuk biaya perawatan jaringan instalasi biogas. Di desa ini juga ada tenaga atau teknisi khusus memperbaiki digester jika terjadi kerusakan.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.