TV Desa – Tana Tidung : Pentingnya anak belajar di PAUD juga ditunjukkan oleh hasil studi yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek Tahun 2021, yang menyebutkan bahwa anak kelas 1 SD yang tidak mengikuti PAUD mengalami ketertinggalan 20 bulan progres belajar.
“Untuk meningkatkan aksebilitas, kita programkan Satu Desa Satu PAUD. Setiap desa harus memiliki PAUD. Kita juga wajibkan di PAUD minimal satu tahun sebelum masuk SD. Saya mohon kepada Bapak Bupati agar regulasi tersebut segera diterapkan” kata Vamelia Ibrahim, Bunda PAUD Tana Tidung, Selasa (5/4/2022).
Hal ini disampaikan Bunda Vamelia Ibrahim saat memprogramkan satu desa satu PAUD, dengan mengukuhkan Bunda PAUD tingkat kecamatan dan desa se Kabupaten Tana Tidung di gedung serbaguna kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, belum lama ini.
Bunda PAUD yang dikukuhkan ini merupakan para istri camat dan kepala desa. Mereka ini mendapatkan tugas untuk meningkatkan akses anak mengikuti pendidikan PAUD secara berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas, lanjutnya, dilaksanakan program pengembangan anak usia dini (PAUD HI).
Pemenuhan layanan esensial anak dilakukan di satuan pendidikan secara sistematis dan simultan. Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2018, tentang pentingnya anak mengikuti PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Bunda PAUD Tana Tidung, Vamelia Ibrahim mendukung kebijakan tersebut, bahwa sebelum masuk SD wajib mengikuti jenjang pendidikan di PAUD.
“Untuk layanan kesehatan kita melakukan deteksi dini tumbuh kembang anak (DDTK). Yang mengalami hambatan tumbuh kembang atau disebut stunting segera kita tangani dengan memenuhi kebutuhan gizinya. Bapak Bupati menugaskan kita untuk menurunkan angka stunting menjadi nol anak,” tambah Bunda Vamelia Ibrahim.
Isteri Bupati Tana Tidung tersebut juga mengucapkan terima kasih atas terlaksananya program Satu PAUD Satu Laptop yang diinisiasinya. Begitu juga dengan peningkatan insentif guru PAUD dari APBD.
“Saya berharap dengan dikukuhkannya Bunda PAUD Kecamatan dan Desa, dapat mensukseskan peningkatan akses anak mengikuti PAUD berkualitas di Tana Tidung” pungkas Bunda Vamelia Ibrahim.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.