TV Desa – Garut : Turnamen sepak bola tingkat SD dan pertandingan bola voli se–desa Jatisari, Kecamatan Cisompet, diadakan Aliansi Pemuda Desa Jatisari Kecamatan Cisompet dalam menyambut peringatan Hari Sumpah Pemuda yang ke 93.
“Kegiatan ini diselenggarakan selain untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda juga untuk menjaring potensi olahraga pada generasi sejak dini. Hari ini partai final Sepak bola, Alhamdulillah dari mulai awal pertandingan berjalan lancar,” tukas Yono Karyono, Kepala Desa Jatisari Kecamatan Cisompet.
Selanjutnya Yono berharap, kegiatan ini akan selalu ada selain untuk mengenang jasa-jasa pahlawan pemuda dahulu, kegiatan ini juga secara tidak langsung menjaring minat bakat-bakat remaja khususnya untuk olah raga sepak bola.
“Semoga kegiatan semacam ini tetap berlanjut di waktu yang akan datang guna membangkitkan kembali dunia sepak bola di Kabupaten Garut umumnya khususnya di Desa Jatisari Kecamatan Cisompet,” harap Asep Enggeng, ketua panitia pelaksana kegiatan.
Asep juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sudah bersusah payah untuk menyelenggarakan dan mensukseskan kegiatan turnamen tersebut, tak lupa kepada para sponsor yang telah ikut berpartisipasi. Aep juga, menaruh harapan kegiatan sepak bola di kecamatan Cisompet kembali bangkit dan mudah – mudahan pandemi ini segera berakhir.
Sementara itu Uyun Suhendar salah satu pelatih tim sepak bola tingkat SD mengucapkan banyak terima kasih kepada panitia pelaksana atas terselenggaranya acara turnamen ini.
“Dengan adanya turnamen ini anak anak merasa bahagia, sekian lama tidak adanya gelaran sepakbola sekarang mulai hidup lagi,” ungkap Uyun Suhendar.
Uyun juga tak lupa menyampaikan harapannya agar kegiatan serupa, menjadi ajang rutin dan bukan hanya selesai sekali saja, semata-mata untuk menjaring minat dan bakat anak–anak di bidang sepakbola.
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.