TV Desa – Kuningan : Wakil Bupati Kuningan, H.M Ridho Suganda, SH., M.Si secara resmi menutup Turnamen Sepak Bola U-18 Desa Nanggela, Kecamatan Mandirancan, Minggu (19/9/2021) sore. Event yang digelar Karang Taruna Pusaka Nenggala Desa Nanggela tersebut, dilaksanakan di Lapangan Sepak Bola desa setempat.
Hadir dalam acara penutupan, Kepala Desa Nanggela, Daman, beserta jajaran perangkat, Ketua Karang Taruna Pusaka Nenggala, Forum Karang Taruna Kecamatan Mandirancan, serta masyarakat setempat.
Dalam sambutannya, Wakil Bupati Kuningan mengatakan, olahraga Sepak Bola merupakan salah satu olahraga yang sangat populer dan diminati masyarakat. Hal itu terlihat sangat antusiasnya masyarakat dalam menyaksikan pertandingan. Oleh karena itu Wabup berharap, turnamen yang lebih besar lagi dapat digelar.
“Yang lebih penting lagi kita dapat melihat pemain-pemain yang berbakat untuk dapat kita didik dan latih, sehingga melahirkan para pemain sepak bola yang berprestasi baik ditingkat lokal maupun nasional. Selain itu, melalui turnamen ini diharapkan dapat menarik minat anak-anak lainnya untuk berlatih sepak bola,” tuturnya.
Ditempat yang sama, Kepala Desa Nanggela, Daman, menyampaikan, bahwa turnamen Sepak Bola U-18 tersebut, merupakan turnamen yang digelar pertama kali di desanya. Biasanya, sambungnya, setiap tahun digelar turnamen bagi dewasa.
“Biasanya setiap merayakan HUT RI dan Hari Jadi Kuningan, kita selalu menggelar turnamen dan pesertanya antar dusun. Namun berhubung ada Covid-19, maka tahun kemarin kita tidak menggelarnya karena demi keselamatan dan kesehatan kita semua,” ujar Daman.
Dikatakannya, turnamen tersebut diikuti 5 tim dari 5 dusun. Lanjutnya, turnamen tersebut dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan tali silaturahmi antar warga, sehingga dapat memupuk kebersamaan dan kekompakan dalam membangun desa.
Dari pantauan dilapangan, dalam penutupan tersebut mempertandingkan partai final antara Dusun Manis melawan Dusun Kliwon. Dengan hasil pertandingan dimenangkan Dusun Kliwon dengan skor 0-1. (BID IKP/DISKOMINFO)
Menjemput nasib, seperti yang diprediksikan Roland Barthes dalam bukunya, The Death of the Author (1968), yang meramalkan matinya sang pengarang. Memang, pengarang bisa menghadirkan diri lagi—meski “hanya” lewat dunia maya, yakni media sosial di Internet—namun jika itu ditahbiskan, maka praktik kebebasan atau keleluasaan pembaca dalam menafsirkan suatu karya akan pupus.
