Opini, TVDesa – Di sebuah desa yang asri, dekat tugu kayu ara, berdiri sebuah warung kopi bernama “Warong Wo Lidya.” Warung ini bukan sekadar tempat minum kopi, melainkan pusat pertemuan ide dan semangat pemberdayaan masyarakat desa
Wo Lidya, pemiliknya, adalah sosok perempuan tangguh. Ia memanfaatkan warungnya sebagai ruang diskusi bagi warga untuk membahas masalah, solusi, dan langkah konkret memajukan desa.
Setiap hari, warung itu dipenuhi canda tawa dan percakapan serius dari para petani, pemuda, dan perangkat desa. Kopi yang disajikan berasal dari kebun lokal, simbol kebanggaan dan kemandirian desa.
Dul Tiyung, seorang pemuda yang aktif dalam organisasi desa, sering menjadi penggerak diskusi di warung itu. Ia percaya bahwa pemberdayaan desa harus dimulai dari edukasi dan kolaborasi.
Di sisi lain, Kang Ujang, seorang sesepuh bijak, selalu menambahkan perspektif spiritual dan nilai-nilai kearifan lokal ke dalam setiap diskusi. Kombinasi ini menciptakan harmoni antara modernitas dan tradisi.
Suatu hari, mereka membahas bagaimana kopi dapat menjadi produk unggulan desa. Mereka merancang program pelatihan bagi petani untuk meningkatkan kualitas hasil panen dan teknik pengolahan.
Para pemuda desa dilibatkan dalam proses branding dan pemasaran kopi, menjadikannya komoditas yang diminati di pasar regional hingga nasional.
Tantangan pun datang. Konflik kecil muncul di antara kelompok yang berbeda pandangan. Namun, dengan mediasi yang bijak, mereka berhasil menyatukan visi.
Wo Lidya tak pernah menyerah. Ia percaya bahwa kekuatan komunitas adalah kunci untuk mengatasi setiap rintangan.
Melalui warung ini, desa mulai dikenal luas. Para tamu dari luar desa berdatangan untuk menikmati kopi dan belajar tentang model pemberdayaan mereka.
Hasil dari penjualan kopi digunakan untuk membiayai program pendidikan anak-anak desa dan pengembangan infrastruktur, seperti jalan dan saluran irigasi.
Para petani, yang dulunya terpuruk karena harga jual hasil panen yang rendah, kini mampu meningkatkan taraf hidupnya.
Tak hanya itu, warung Wo Lidya menjadi inspirasi bagi desa-desa tetangga. Banyak yang mulai meniru konsep pemberdayaan berbasis komunitas ini.
Pemerintah setempat pun mulai melirik keberhasilan mereka dan memberikan dukungan berupa pelatihan tambahan serta akses ke pasar yang lebih luas.
Lambat laun, warung ini berkembang menjadi pusat kegiatan ekonomi dan sosial. Kegiatan seni dan budaya pun sering diadakan di sana.
Kisah sukses mereka diabadikan dalam buku kecil yang diterbitkan oleh Dul Tiyung, membuktikan bahwa kisah sederhana bisa menginspirasi.
Dalam sebuah perayaan desa, Wo Lidya menyampaikan pesan, “Perubahan besar dimulai dari niat dan langkah kecil. Kita harus percaya pada kemampuan kita sendiri.”
Para pemuda desa merasa termotivasi untuk terus berkarya. Mereka mulai mengembangkan inovasi lain, seperti wisata edukasi kopi.
Warung Wo Lidya membuktikan bahwa desa adalah sumber kekuatan, bukan kelemahan. Dengan pemberdayaan yang tepat, desa dapat menjadi pilar pembangunan bangsa.
Di bawah langit senja, aroma kopi yang khas mengiringi diskusi hangat di warung itu, melambangkan semangat persatuan dan harapan untuk masa depan desa yang lebih cerah. Menjadi Desa Maju, Mandiri dan Sejahtera. (*)
Note:
Penulis adalah orang yang kebetulan menuangkan imajinasinya melalui tulisan fiksi yang menginspirasi.
Lampung, Indonesia.