Home / Opini

Rabu, 30 Maret 2022 - 21:21 WIB

Strategi Budaya RPL Desa

Abdul Halim Iskandar - Penulis

Oleh A. HALIM ISKANDAR *)

ADALAH filsuf Michel Foucault, yang dikenal intelektual posmodernisme, sejak akhir 1960-an telah berkali-kali mengingatkan dunia untuk memosisikan pengetahuan lokal setara dengan pengetahuan ilmiah. Di desa, pengalaman sehari-hari yang teruji secara berulang telah didokumentasikan masyarakat adat dalam wujud siri, sasi, tabu, dan anjuran, bahkan dikiaskan dalam peribahasa.

Tidak banyak yang bisa menerima pandangan pascamodernisme ini meski sejatinya mengakui pengulangan kejadian hingga bisa diramalkan itu bekerja seperti hasil ilmu pengetahuan. Di Indonesia, perlu waktu hampir setengah abad untuk mengakui berbagai pengetahuan lokal ke hadapan ilmu pengetahuan formal.

Hari ini (30/3) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) meretas jalan baru memajukan desa melalui strategi budaya, yaitu mengawali perkuliahan sarjana bagi 619 mahasiswa RPL desa. Ini kerja sama Kementerian Desa PDTT, Universitas Negeri Surabaya, dan Kabupaten Bojonegoro sebagai penyandang dana beasiswa.

Program RPL desa dikembangkan dari Peraturan Mendikbudristek Nomor 41 Tahun 2021 tentang Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) sebagai kebijakan turunan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang menyejajarkan keahlian akademis dengan keahlian praktis, otodidak, termasuk pengalaman kerja.

Rekognisi pembelajaran lampau mengonversi pengalaman lapangan para praktisi yang ekuivalen dengan isi perkuliahan menjadi satuan kredit semester (SKS). Jika dalam pendidikan formal reguler memasok ilmu pengetahuan kepada peserta didik untuk diaktualisasikan ke lapangan, RPL membaliknya dengan aktualisasi pengalaman lapangan ditarik kembali sebagai hasil praktik perkuliahan.

RPL desa membuka jalan praktisi dari desa untuk menguatkan basis ilmu pengetahuan akademis. Mahasiswa RPL desa juga berkesempatan menggunakan ilmu pengetahuan formal guna meningkatkan kualitas pembangunan desa. Kampus memperoleh manfaat pengetahuan baru yang dirampatkan dari pengetahuan intuitif dan tidak terstruktur, tetapi telah teruji di lapangan. Karena itu, mahasiswa RPL desa dituntut merefleksikan pengalaman menjadi abstraksi konseptual. Pengalaman tersebut didokumentasikan menjadi tulisan ilmiah yang bertaji secara akademis.

RPL Desa

Di desa, hingga 2021, masih terdapat 45.387 kepala desa, 43.876 sekretaris desa, 31.147 pengurus BUM desa, dan 7.889 tenaga pendamping profesional adalah lulusan SMA. Kemudian 20.450 kepala desa, 25.721 sekretaris desa, 15.477 pengurus BUM desa, dan 23.735 tenaga pendamping profesional telah menyelesaikan studi S-1/D-4. Melalui RPL desa, pendidikan nonformal dan informal serta pengalaman kerja yang telah mereka selesaikan diakui sebagai capaian pembelajaran dalam bentuk perolehan SKS untuk menempuh dan menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana atau pascasarjana.

Baca Juga |  Kades Bantarjaya Bangun Jembatan Permanen Langsung Diapresiasi oleh Warga

Secara terperinci, Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 122 Tahun 2021 memberi panduan pelaksanaan RPL desa. Mula-mula Kementerian Desa PDTT membentuk tim RPL desa di bawah koordinasi kepala badan pengembangan sumber daya manusia (BPSDM). Selanjutnya, Kementerian Desa PDTT bersama perguruan tinggi penyelenggara menjalankan asesmen rekognisi sesuai prosedur dan kriteria yang ditetapkan setiap program studi, mata kuliah, atau kelompok mata kuliah. Pada tahap inilah ditentukan bobot konversi pengalaman dan prestasi lapangan.

Berikutnya, disusun pedoman seleksi mahasiswa RPL desa, menyusun formulir pendaftaran, serta menyediakan perangkat asesmen. Barulah kemudian dibuka pendaftaran, dijalankan seleksi, lalu menetapkan dan mengumumkan calon mahasiswa lulus seleksi, hingga mahasiswa penerima beasiswa RPL desa.</p><p>Secara khusus, mahasiswa RPL desa wajib menandatangani kontrak komitmen berupa kewajiban untuk mengabdi ke desa setidaknya dua kali masa studi RPL desa atau dua kali masa studi dengan beasiswa. Kementerian Desa PDTT bertanggung jawab mendampingi dan memonitor penyelesaian studi mahasiswa. Sebaliknya, salah satu kewajiban mahasiswa adalah melaporkan perkembangan studi secara berkala. Untuk itulah, Kementerian Desa PDTT menyelenggarakan pembekalan bagi mahasiswa RPL desa.

Guna menjaga dan memastikan mutu lulusan, mahasiswa RPL desa wajib mengikuti perkuliahan sesuai ketentuan perguruan tinggi setempat, termasuk kewajiban menyusun tugas akhir berupa skripsi/tesis/disertasi yang berkaitan dengan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Untuk keperluan itu, mahasiswa RPL desa berhak mendapatkan pendampingan selama masa studi dan penyelesaian tugas akhir dari Kementerian Desa PDTT. Kementerian juga turut melakukan pemantauan dan evaluasi selama masa studi dan melakukan tracer study pasca pelaksanaan RPL desa.

Baca Juga |  Silaturahmi PLD Klaten Dengan Sukoharjo

Unesa dan Bojonegoro

Tidak tanggung-tanggung, Bupati Bojonegoro Anna Mu&rsquo;awanah mengambil kebijakan menyiapkan program beasiswa uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa RPL desa yang merupakan kepala desa, perangkat desa, pengurus BUM desa, pendamping desa, dan pegiat desa yang sudah pernah bekerja di desa-desa di Bojonegoro.

Pada 18 Maret lalu, Unesa mengumumkan kelulusan 619 mahasiswa dari 419 desa di Bojonegoro sebagai mahasiswa RPL desa di Unesa sekaligus penerima beasiswa Pemkab Bojonegero. Berdasar hasil asesmen pengalaman kerja calon mahasiswa mampu terkonversi hingga 67-81 satuan kredit semester (SKS). Artinya, tersisa 68-74 SKS yang harus diselesaikan mahasiswa untuk lulus sarjana atau meringkas masa studi dari empat tahun menjadi hanya dua tahun.

Program studi administrasi negara mendominasi karena dipilih 291 mahasiswa. Yang menarik, favorit berikutnya adalah program studi akuntansi yang menerima 126 mahasiswa. Selanjutnya, program studi manajemen dipilih 98 mahasiswa, lalu 75 mahasiswa memilih program studi sosiologi, dan 29 mahasiswa memilih program studi pendidikan luar sekolah.

Kuliah perdana RPL desa ini sekaligus menjadi tonggak implementasi strategi kebudayaan ke desa yang langsung dirasakan manfaatnya bagi warga desa. Perkuliahan diwujudkan dalam rupa proyek desa sehingga mendesak mahasiswa untuk mendialogkan ilmu pengetahuan dari kampus dengan hasil refleksi pengalamannya. Resume dialog pengetahuan ini seketika digunakan untuk meningkatkan kualitas kerja di lapangan. Manfaat peningkatan efektivitas lapangan itu mengisi relung tiap nilai akhir semester. Alhasil, warga langsung mendapatkan manfaat pendidikan tinggi pegiat desa di wilayah masing-masing. Nah, ketika Bupati Anna Muawanah mengambil kebijakan Pemkab Bojonegero menguliahkan pegiat desa di seluruh desa se-Bojonegoro melalui jalur RPL desa, sudah pasti manfaat kualitas layanan publik, pengembangan BUM desa, hingga peningkatan nilai tambah produk unggulan desa dapat dirasakan warga se-Bojonegoro tahun ini juga.

 

A. HALIM ISKANDAR, Menteri desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi serta ketua DPW PKB Jawa Timur

Berita ini 181 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Opini

Globalisasi dan Budaya Pop: Fenomena Trio Barbie

Opini

Melestarikan Budaya Lewat Satu Nagari Satu Event

Opini

Sejauh Apa Resiko Narkoba Pada Tubuh Kita

Opini

Perkuat Pembinaan Ilmu Agama, BKPRMI Tompobulu Wacanakan Munaqis Santri Dan Santriwati

Opini

Jelang Idul Fitri, Pemdes Babakan Loa Realisasikan Program Ketahanan Pangan

Kabar Daerah

Romo Eman Berkati Para Pemeran Tablo, Jalan Salib Dari Sekar St.Yohanes Pemandi Naesleu

Opini

Setelah Kongres Desa, RUU Desa Disahkan Menjadi UU

Opini

Pegiat Desa Ini Desak Jokowi Evaluasi Kebijakan Kemendes PDTT